Para ahli berpendapat bahwa dalam melakukan evaluasi
pembelajaran, kita dapat menggunakan teknik tes dan nontes, sebab hasil belajar
atau pembelajaran bersifat aneka ragam. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan
teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan
menggunakan teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes
perbuatan. Adapun perubahan sikap dan petumbuhan anak dalam psikologi hanya
dapat diukur dengan teknik nontes, misalnya observasi, wawancara, skala sikap,
dan lain-lain. Dengan kata lain, banyak proses dan hasil belajar yang hanya
dapat diukur dengan teknik nontes. Untuk itu, jika Anda di madrasah hanya
menggunakan teknik tes, tentu hal ini dapat merugikan peserta didik dan orang
tua. Teknik nontes digunakan sebagai suatu kritikan terhadap kelemahan teknik
tes.
Dalam uraian berikut ini, akan dikemukakan tiga jenis
alat evaluasi nontes, yaitu observasi, wawancara, dan skala sikap. Anda mungkin
sering melihat apa yang dilakukan peserta didik dalam kegiatan belajar di
madrasah, baik di kelas maupun di luar kelas, tetapi apakah itu observasi ?
Begitu juga dengan wawancara. Mungkin ada juga sering ngobrol dengan peserta
didik, apakah juga itu disebut wawancara ? Untuk memahami semua itu, silahkan
Anda mengikuti uraian berikut ini.
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 1 ini, Anda
diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian observasi
2. Menjelaskan tujuan observasi
3. Menyebutkan karakteristik observasi
4. Menyebutkan jenis observasi menurut
kerangka kerja
5. Menyebutkan alat-alat pencatat mekanis
yang digunakan dalam observasi sistematik.
6. Menjelaskan tujuan wawancara.
7. Menjelaskan kelebihan wawancara.
8. Menyebutkan tiga komponen sikap.
9. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan
skala sikap model Likert.
10.Menyebutkan model-model skala sikap.
A. Observasi (observation)
Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, dimana
kita semua sering melakukannya, baik secara sadar maupun tidak sadar di dalam
kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, Anda sering melihat, mengamati dan
melakukan interpretasi. Dalam kehidupan sehari-haripun kita sering mengamati
orang lain. Pentingnya observasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran
mengharuskan guru untuk memahami lebih jauh tentang judgement, bertindak
secara reflektif, dan menggunakan komentar orang lain sebagai informasi untuk
membuat judgement yang lebih reliabel.
Hal yang harus dipahami
oleh Anda adalah bahwa tidak semua apa yang dilihat disebut observasi.
Observasi yang Anda lakukan di kelas tidak cukup dengan hanya duduk dan melihat
melainkan harus dilakukan secara sistematis, sesuai dengan aspek-aspek
tertentu, dan berdasarkan tujuan yang jelas. Untuk memperoleh hasil observasi
yang baik, maka kemampuan Anda dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih,
mulai dari hal-hal yang sederhana sampai dengan hal-hal yang kompleks.
Observasi merupakan
salah satu alat evaluasi jenis nontes yang dilakukan dengan jalan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai
berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi
buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Observasi tidak hanya digunakan dalam
kegiatan evaluasi, tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama penelitian
kualitatif (qualitative research). Tujuan utama observasi adalah (1)
untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa
peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam
situasi buatan, (2) untuk mengukur perilaku kelas, interaksi antara peserta
didik dengan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama
kecakapan sosial (social skills). Dalam evaluasi, observasi dapat
digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik, seperti tingkah
laku peserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
lain-lain.
Jika Anda ingin
menggunakan observasi sebagai alat evaluasi, maka Anda harus memahami tentang :
1. Konsep dasar observasi, mulai dari
pengertian, tujuan, fungsi, peranan, karakteristik, prinsip-prinsip sampai
dengan prosedur observasi.
2. Perencanaan observasi, seperti menentukan
kegiatan apa yang akan diobservasi, siapa yang akan melakukan observasi,
rencana sampling, menyusun pedoman observasi, melatih pihak-pihak yang akan
melakukan observasi dalam menggunakan pedoman observasi.
3. Prosedur observasi, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengolahan dan penafsiran sampai dengan pelaporan hasil observasi.
Observasi mempunyai
beberapa karakteristik, antara lain (1) mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari
permasalahan. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya harus ada pedoman observasi.
(2) bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif
dan rasional (3) terdapat berbagai aspek-aspek yang akan diobservasi dan (4)
praktis penggunaannya. Selanjutnya Good dkk. mengemukakan enam ciri observasi,
yaitu :
1. Observasi mempunyai arah yang khusus,
bukan secara tidak teratur melihat sekeliling untuk mencarai kesan-kesan umum.
2. Observasi ilmiah tentang tingkah laku
adalah sistematis, bukan secara sesuka hati dan untung-untungan mendekati
situasi.
3. Observasi bersifat kuantitatif, mencatat
jumlah peristiwa tentang tipe-tipe tingkah laku tertentu.
4. Observasi mengadakan pencatatan dengan
segera; pencatatan-pencatatan dilakukan secepat-cepatnya, bukan menyandarkan
diri pada ingatan.
5. Observasi meminta keahlian, dilakukan oleh
seseorang yang memang telah terlatih untuk melakukannya.
6. Hasil-hasil observasi dapat dicek dan
dibuktikan untuk menjamin keadaan dan kesahihan.
Ciri-ciri observasi yag
dikemukakan oleh Good dkk. mempunyai kelemahan, antara lain (1) dalam
penyelidikan yang bersifat eksploitatif, justru yang bersifat kuantitatif
kebanyakan dikesampingkan (2) dalam observasi partisipan tidak dapat dilakukan
pencatatan dengan segera. Oleh sebab itu, observasi harus dilakukan dengan
hati-hati dan terencana.
Dilihat dari kerangka
kerjanya, observasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Observasi berstruktur, yaitu semua
kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan
kerangka kerja yang berisi faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi
dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas.
2. Observasi tak
berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer tidak dibatasi oleh
suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan observer hanya dibatasi oleh tujuan
observasi itu sendiri.
Sedangkan bila dilihat
dari teknis pelaksanaannya, observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu :
1. Observasi langsung, yaitu observasi yang
dilakukan secara langsung terhadap objek yang diselidiki.
2. Observasi tak langsung, yaitu observasi
yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
3. Observasi partisipasi, yaitu observasi
yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi
objek yang diteliti.
Selanjutnya, Sutrisno
Hadi mengemukakan ada tiga jenis observasi yang masing-masing hanya cocok untuk
keadaan-keadaan tertentu, yaitu “observasi partisipan – observasi
nonpartisipan, observasi sistematik – observasi nonsistematik, dan observasi eksperimental – observasi
noneksperimental”.
Observasi partisipan
adalah observasi yang dilakukan dimana observer turut ambil bagian dalam peri
kehidupan orang atau objek-objek yang diobservasi. Sedangkan observasi dengan
pura-pura disebut quasi participant observation. Jika unsur-unsur
partisipasi sama sekali tidak terdapat didalamnya, maka disebut nonparticipant
observation. Observasi sistematik (systematic observation) disebut
juga observasi berstruktur (structured observation). Ciri pokok
observasi ini adalah adanya kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah
diatur kategorisasinya lebih dahulu, dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor
dalam kategori-kategori itu. Sedangkan observasi yang tidak menggunaan kerangka
disebut observasi non-sistematik. Kadang-kadang observasi sistematik menggunakan
beberapa macam alat pencatat mekanis (mechanical recording devices) seperti
film, kamera, tape recorder. Keuntungannya adalah kita dapat memutarnya
kembali setiap waktu bila diperlukan, sehingga dapat dianalisis lebih lanjut.
Kelemahannya antara lain membutuhkan biaya yang besar dan tenaga yang
profesional.
Dalam peristiwa-peristiwa tertentu Anda mungkin tidak
terlibat dalam dinamika dan kompleksitas situasi yang diselidikinya, tetapi
Anda merasa perlu mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi tertentu,
sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan observasi dan dapat
dikendalikan untuk menghindari bahaya timbulnya faktor-faktor yang tak
diharapkan. Observasi yang dilakukan dalam situasi seperti itu disebut
observasi eksperimental atau observasi dalam situasi tes. Observasi
eksperimental biasanya tidak memerlukan observer yang banyak. Faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi tingkah laku observi (yang diobservasi) telah
dikontrol secermat-cermatnya, sehingga observasi ini dipandang orang sebagai
suatu alat penilaian yang relatif murni untuk mengamati pengaruh
kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku peserta didik.
Kebaikan observasi
eksperimental antara lain :
1. Tersedianya kesempatan bagi guru untuk
mengamati sifat-sifat tertentu dari peserta didik yang jarang sekali timbul
dalam keadaan normal. Misalnya, keberanian, reaksi-reaksi terhadap frustasi,
dan ketidakjujuran.
2. Observasi ini merupakan observasi yang
dibakukan secermat-cermatnya.
Observasi kelas
merupakan sumber informasi yang penting di dalam evaluasi. Untuk mempermudah
proses pengamatan dan mencatat apa yang terjadi di dalam kelas, Anda dapat
menggunakan selembar kertas yang cukup lebar dan selanjutnya menuliskan
nama-nama peserta didik yang disusun dalam sebuah daftar. Selembar kertas ini
selanjutnya disebut pedoman observasi. Melalui pedoman observasi ini, Anda
dapat mengetahui apa yang terjadi di kelas dan apa yang dilakukan oleh setiap
peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pedoman atau lembar
observasi ini harus terus diisi oleh guru dengan catatan baru, sehingga
perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu dapat diketahui.
Sebagaimana alat
evaluasi yang lain, observasi secara umum mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kebaikan observasi antara lain (1) observasi merupakan alat untuk mengamati
berbagai macam fenomena (2) observasi cocok untuk mengamati peserta didik yang
sedang melakukan suatu kegiatan (3) banyak hal yang tidak dapat diukur dengan
tes, tetapi justru lebih tepat dengan observasi (4) tidak terikat dengan
laporan pribadi. Adapun kelemahannya adalah (1) sering kali pelaksanaan
observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang kurang
menyenangkan dari observer ataupun dari observi itu sendiri (2) biasanya
masalah pribadi sulit diamati (3) jika proses yang diamati memakan waktu lama,
maka observer sering menjadi jenuh.
Untuk menyusun pedoman
observasi, Anda sebaiknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Merumuskan tujuan observasi.
2. Membuat lay-out atau kisi-kisi
observasi.
3. Menyusun pedoman observasi.
4. Menyusun aspek-aspek yang akan
diobservasi, baik yang berkenaan dengan proses belajar peserta didik maupun
kepribadiannya.
5. Melakukan uji-coba pedoman observasi untuk
melihat kelemahan-kelemahan pedoman observasi.
6. Merevisi pedoman observasi berdasarkan
hasil uji-coba.
7. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan
berlangsung.
8. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.
Contoh Pedoman
Observasi Praktik Sholat :
Tujuan :
Untuk memperoleh
data tentang kemampuan peserta didik dalam melaksanakan sholat yang baik dan
benar.
Petunjuk :
Berilah tanda cek
(V) pada kolom-kolom skala nilai (A-B-C-D dan E) sesuai dengan hasil observasi.
PEDOMAN OBSERVASI PRAKTIK SHOLAT
Nama :
Matapelajaran :
Pokok bahasan :
Kelas/semester :
Hari/tanggal :
Kompetensi Dasar :
|
|
Skala
nilai
|
Keterangan
|
||||
No
|
Aspek-aspek yang diobservasi
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
|
1
|
Gerakan-gerakan sholat :
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Takbiratul ikhram
|
|
|
|
|
|
|
|
b. Rukuk
|
|
|
|
|
|
|
|
c. Sujud
|
|
|
|
|
|
|
|
d. Tahiyat awal
|
|
|
|
|
|
|
|
e. Tahiyat akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
f. Salam
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Bacaan Sholat :
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Surat Al-Fatihah
|
|
|
|
|
|
|
|
b. Surat-surat pendek
|
|
|
|
|
|
|
|
c. Bacaan rukuk
|
|
|
|
|
|
|
|
d. Bacaan sujud
|
|
|
|
|
|
|
|
e. Bacaan tahiyat
|
|
|
|
|
|
|
|
f. Bacaan salam
|
|
|
|
|
|
|
Kesimpulan :
Saran :
Observasi, Observer,
-------------------------- --------------------------
B. Wawancara (interview)
Wawancara
merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui
percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta
didik. Pengertian wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan secara
langsung antara pewawancara (interviewer) atau guru dengan orang yang
diwawancarai (interviewee) atau peserta didik tanpa melalui perantara.
Sedangkan wawancara tidak langsung artinya pewawancara atau guru menanyakan
sesuatu kepada peserta didik melalui perantara orang lain atau media. Jadi,
tidak menemui langsung kepada sumbernya.
Tujuan
wawancara adalah :
1. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna
menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu.
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3. Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi
atau orang tertentu.
Wawancara
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan wawancara antara lain
(1) dapat berkomunikasi secara langsung kepada peserta didik, sehingga
informasi yang diperoleh dapat diketahui objektifitasnya (2) dapat memperbaiki
proses dan hasil belajar (3) pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis dan
personal. Sedangkan kelemahan wawancara adalah (1) jika jumlah peserta didik
cukup banyak, maka proses wawancara banyak menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
(2) adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah, sehingga data
kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan (3) sering timbul sikap yang kurang
baik dari peserta didik yang diwawancarai dan sikap overaction dari guru
sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara
dengan orang yang diwawancarai.
Pertanyaan
wawancara dapat menggunakan bentuk seperti berikut :
1. Bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu pertanyaan yang
menuntut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan
tersebut. Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak
terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
2. Bentuk petanyaan tak berstruktur, yaitu pertanyaan
yang bersifat terbuka dimana peserta didik secara bebas menjawab pertanyaan
tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur jawaban kepada peserta
didik, karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.
3. Bentuk pertanyaan
campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang berstruktur
ada pula yang bebas.
Untuk menyusunan pedoman wawancara, sebaiknya
Anda mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Merumuskan tujuan wawancara
2.
Membuat kisi-kisi atau layout dan pedoman wawancara.
3.
Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan
yang diinginkan. Untuk itu perlu diperhatikan kata-kata yang digunakan, cara
bertanya, dan jangan membuat peserta didik bersikap defensif.
4.
Melaksanakan uji-coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang
disusun, sehingga dapat diperbaiki lagi.
5.
Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya.
Contoh:
Kisi-kisi Pedoman
Wawancara
No.
|
Masalah
|
Tujuan
|
Pertanyaan
|
Bentuk Pertanyaan
|
|
|
|
|
|
Format Pedoman
Wawancara
No.
|
Aspek-aspek yang diwawancara
|
Ringkasan Jawaban
|
Ket.
|
1.
2.
|
|
|
|
Dalam melaksanakan
wawancara, Anda harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Hubungan baik antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai perlu dipupuk
dan dibina, sehingga akan tampak hubungan yang sehat dan harmonis.
2.
Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukkan sikap yang bebas, ramah,
terbuka, dan adaptasikan diri dengannya.
3.
Perlakukan responden itu sebagai sesama manusia secara jujur.
4.
Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik, sehingga pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan bersifat netral.
5. Pertanyaan hendaknya jelas, tepat, dengan
bahasa yang sederhana.
C. Skala Sikap (attitude scale)
Sikap merupakan suatu
kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik
dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun
berupa objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau perilaku
seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan
seseorang mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Anda perlu mengetahui
norma-norma yang ada pada peserta didik, bahkan sikap peserta didik terhadap
dunia sekitarnya, terutama terhadap mata pelajaran dan lingkungan madrasah.
Jika terdapat sikap peserta didik yang negatif, Anda perlu mencari suatu cara
atau teknik tertentu untuk menempatkan atau mengubah sikap negatif itu menjadi
sikap yang positif.
Dalam mengukur sikap,
Anda hendaknya memperhatikan tiga komponen sikap, yaitu (1) kognisi, yaitu
berkenaan dengan pengetahuan peserta didik tentang objek, (2) afeksi, yaitu
berkenaan dengan perasaan peserta didik terhadap objek, dan (3) konasi, yaitu
berkenaan dengan kecenderungan berprilaku peserta didik terhadap objek. Anda
juga harus memilih salah satu model skala sikap. Adapun model-model skala sikap
yang biasa digunakan untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek,
antara lain :
1.
Menggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat-tingkat dari objek sikap yang
dinilai, seperti 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
2.
Menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap itu, seperti : selalu,
seringkali, kadang-kadang, pernah dan tidak pernah.
3. Menggunakan
istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti : bagus sekali, baik, sedang,
dan kurang. Ada juga istilah-istilah lain, seperti : sangat setuju, setuju,
ragu-ragu (tidak punya pendapat), tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
4. Menggunakan
istilah-istilah yang menunjukkan status/kedudukan, seperti : sangat rendah, di
bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan sangat tinggi.
5. Menggunakan kode
bilangan atau huruf, seperti : selalu (diberi kode 5), kadang-kadang (4),
jarang (3), jarang sekali (2), dan tidak pernah (1).
Salah satu model untuk
mengukur sikap, yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh
Likert. Dalam skala Likert, peserta didik tidak disuruh memilih
pernyataan-pernyataan yang positif saja, tetapi memilih juga
penyataan-pernyataan yang negatif. Tiap item dibagi ke dalam lima skala, yaitu
sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Setiap
pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan pernyataan negatif
diberi bobot sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.
Untuk menyusun skala
Likert, Anda perlu mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Memilih variabel afektif yang akan diukur.
2.
Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang akan diukur.
3.
Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif.
4.
Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif
pilihan.
5.
Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian.
6.
Melakukan uji-coba.
7.
Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik.
8.
Melaksanakan penilaian.
Contoh 1 : sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran Fiqih
Petunjuk :
1.
Pengisian skala ini tidak ada hubungannya dengan prestasi belajar. Anda tidak
perlu mencantumkan nama dan nomor absen.
2.
Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang paling sesuai dengan cara
memberikan tanda cek ( V ) pada kolom kosong yang telah disediakan.
Keterangan :
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TT = Tidak Tahu
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
TT
|
TS
|
STS
|
|
01
|
Saya mempersiapkan diri untuk menerima pelajaran Fiqih
di kelas.
|
|
|
|
|
|
|
02
|
Saya berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran Fiqih.
|
|
|
|
|
|
|
03
|
Saya suka melakukan praktik ibadah.
|
|
|
|
|
|
|
04
|
Saya tertarik artikel yang berhubungan dengan Fiqih
|
|
|
|
|
|
|
05
|
Saya memperkaya materi dari guru Fiqih dan membaca
buku-buku agama sebagai penunjang.
|
|
|
|
|
|
|
06
|
Saya senang mengulang pelajaran Fiqih di rumah.
|
|
|
|
|
|
|
07
|
dst
|
|
|
|
|
|
|
Contoh 2 :
Petunjuk :
Di bawah ini ada beberapa pertanyaan tentang bagaimana
kepuasan peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Silahkan Anda
memberi lingkaran pada alternatif jawaban yang telah disediakan.
1.
Berapa besar antusiasme Anda terhadap mata pelajaran Bahasa Arab ?
a.
Saya benci terhadap mata pelajaran Bahasa Arab.
b.
Saya sangat antusias.
c.
Saya tidak menyukainya.
d.
Saya menyukainya.
e.
Sedang-sedang saja.
2.
Bagaimana pendapat Anda tentang mata pelajaran Bahasa Arab ?
a.
Saya akan memilih bahasa asing yang lain.
b.
Saya ingin pindah sekolah.
c.
Saya ingin pindah sekolah jika saya memperoleh prestasi yang kurang baik.
d. Saya senang dengan pelajaran Bahasa Arab.
3.
Bagaimana perasaan Anda terhadap pelajaran Bahasa Arab jika dibandingkan dengan
perasaan orang lain?
a.
Tidak seorangpun menyenanginya lebih daripada saya.
b.
Saya lebih menyenanginya daripada orang lain.
c.
Saya menyenanginya sama seperti orang lain.
d.
Saya tidak menyenanginya sama seperti orang lain.
e.
Tidak seorangpun yang menyenanginya.
Options pada skala Likert tidak
disusun secara berurutan, tetapi dicampuradukkan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari adanya jawaban yang mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat
yang sama, seperti selalu ingin memilih option nomor 3, 5, dan
nomor-nomor tengah lainnya. Kecenderungan untuk memilih nomor-nomor ini karena option
yang disediakan sudah diurutkan. Skala Likert biasanya menggunakan skala
dengan lima kategori, tetapi dalam hal tertentu kita bisa menggunakan
kategori-kategori yang lain dengan jumlah kategori ganjil, misalnya 3, 5, 7, 9,
11 dan seterusnya, sehingga ada kategori tengah-tengah yang merupakan kategori
netral.
Sebenarnya, Anda dapat
mengembangkan sendiri model skala sikap, misalnya mengukur sikap peserta didik
terhadap Masjid. Untuk proses standarisasi, sebaiknya jumlah pernyataan dalam
skala sikap dibuat lebih banyak, misalnya 150. Setiap pernyataan diberi skor
yang bergerak dari 0 – 11. Skor yang diperoleh dijumlahkan dan dibagi dengan
jumlah item yang dipilih. Hasil rata-ratanya menunjukkan bagaimana sikap
peserta didik terhadap Masjid. Sebaliknya, makin besar skor rata-rata yang
diperoleh, berarti makin buruk sikap peserta didik terhadap Masjid.
Contoh 3 :
Petunjuk : Isikanlah
tanda cek (V) pada setiap pernyataan yang dapat melukiskan bagaimana sikap Anda
terhadap Masjid.
1.
Menurut pendapat saya, pelajaran di Masjid pada umumnya tidak mempunyai peranan
sosial yang berarti.
2.
Saya percaya kepada Tuhan, tetapi saya jarang pergi ke Masjid.
3.
Menurut hemat saya, Masjid adalah parasit dalam masyarakat.
4.
Saya yakin, Masjid merupakan lembaga yang terpenting dalam masyarakat.
5. Saya percaya, Masjid dapat mempromosikan keadilan
sosial.
Skor yang diberikan untuk tiap-tiap contoh item di atas
adalah sebagai berikut :
No.Item
|
Skor
|
1
2
3
4
5
|
8,3
5,4
11,0
0,2
1,2
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar