Jumat, 26 Februari 2016

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN



Dalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya harus sesuai dengan apa yang direncanakan. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dapat lebih maksimal. Namun demikian, banyak juga orang melaksanakan suatu kegiatan tanpa perencanaan yang jelas, sehingga hasilnyapun kurang maksimal. Oleh sebab itu, Anda harus dapat membuat perencanaan dengan baik, tidak terkecuali dalam kegiatan evaluasi. Sesuai dengan topik yang dibahas dalam modul ini, maka uraian materi berikut akan difokuskan kepada perencanaan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
Secara lebih khusus, setelah mempelajari kegiatan belajar 1 Anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan tujuan dan kegunaan perencanaan evaluasi.
2. Menyebutkan dua komponen pokok dalam kisi-kisi.
3. Menjelaskan syarat-syarat kisi-kisi yang baik.
4. Membedakan antara kata kerja umum dengan kata kerja operasional
5. Menjelaskan manfaat indikator dalam penyusunan kisi-kisi.
6. Menjelaskan hubungan indikator dengan soal.
7. Menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam uji-coba soal.
8. Menyebutkan jenis-jenis data yang perlu dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi.
9. Menjelaskan jenis kesalahan dalam pelaksanaan evaluasi.

A. Perencanaan evaluasi
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh. W. James Popham (1974 : 159) mengemukakan maksud perencanaan evaluasi adalah ”to facilitate gathering data, thereby making possible valid statements about the effect or out comes of the program, practice, or policy under study”.
Sehubungan hal tersebut, Robert H.Davis, dkk. mengemukakan tiga kegunaan dari perencanaan evaluasi, yaitu :
1. Evaluation plan helps you to determine whether or not you have stated your objective in behavioral terms. If the conditions, behavior or standards or objective have been stated ambiguosly, you will have difficulty designing a test to measure student achievement.
2. Evaluation plan early in the design process is that you will be prepared to collect the information you need when it is available.
3. Evaluation plan is that it provides sufficient time for test design. To design a good test requires careful preparation, and the quality of a test usually improves if it can be designed in a leisurely fashion.
Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan komprehensif, sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Berdasarkan perencanaan evaluasi yang matang inilah, Anda dapat menetapkan tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral objective) atau indikator yang akan dicapai, dapat mempersiapkan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu yang tepat.
Jika di dalam evaluasi itu jelas-jelas akan menggunakan tes, maka ada baiknya kita simak pendapat Norman E.Gronlund (1985) tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam perencanaan suatu tes sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan tes (detrermine the purpose of the test).
2. Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur melalui tes (identify the learning outcomes to be measured by the test).
3. Merumuskan hasil belajar dalam bentuk perilaku yang spesifik dan dapat diamati (define the learning outcomes in the terms of specific, observable behavior).
4. Menyusun garis besar materi pelajaran yang akan diukur melalui tes (outline the subject matter to be measurred by the test).
5. Menyiapkan suatu tabel yang spesifik atau kisi-kisi (prepare a table of specifications).
6. Menggunakan tabel spesifik sebagai dasar untuk persiapan tes (use the table of specifications as basis for preparing test.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam perencanaan evaluasi, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan, seperti : tujuan, kisi-kisi, menulis soal, uji-coba dan analisis soal, revisi dan merakit soal.
1. Menentukan Tujuan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi, Anda tentu mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Tujuan evaluasi jangan terlalu umum, karena tidak dapat menuntun Anda dalam menyusun soal. Misalnya, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian suatu program pembelajaran atau untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Tujuan evaluasi dapat juga dirumuskan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan evaluasi harus dirumuskan sesuai dengan jenis evaluasi yang akan dilakukan, seperti formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi. Dalam penilaian hasil belajar, tujuan harus memperhatikan domain hasil belajar. Menurut Bloom, dkk. (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu :
a. Domain kognitif (cognitif domain)
1) Pengetahuan ( knowledge)
2) Pemahaman (comprehension)
3) Aplikasi (aplication)
4) Analisis (analysis)
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (evaluation)
b. Domain afektif (affective domain)
1) Penerimaan (recieving)
2) Respons (responding)
3) Penilaian (valuing)
4) Organisasi (organization)
5) Karakterisasi (characterization by a value or value-complex)
c. Domain psikomotor (psychomotor domain)
1) Persepsi (perception)
2) Kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan (set)
3) Respons terbimbing (guided response)
4) Kemahiran (complex overt response)
5) Adaptasi (adaptation)
6) Orijinasi (origination)
2. Menyusun Kisi-kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul-betul representatif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan olehguru kepada peserta didik. Jika materi evaluasi tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan berakibat hasil evaluasi itu kurang baik. Begitu juga jika materi evaluasi terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah materi evaluasi relevan dengan materi pelajaran atau apakah materi evaluasi terlalu banyak atau kurang, Anda harus menyusun kisi-kisi (lay-out atau blue-print atau table of specifications).
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Jika Anda memiliki kisi-kisi yang baik, maka Anda akan memperoleh perangkat soal yang relatif sama sekalipun penulis soalnya berbeda. Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus setiap mata pelajaran. Jadi, Anda harus melakukan analisis silabus terlebih dahulu. Perhatikan langkah-langkah berikut ini :
Langkah ke-1:  Analisis Silabus
Langkah ke-2 : Menyusun Kisi-kisi
Langkah ke-3 : Membuat Soal
Langkah ke-4 : Menyusun Lembar Jawaban
Langkah ke-5 : Membuat Kunci Jawaban
Langkah ke-6 : Menyusun Pedoman Penyekoran
Dalam praktiknya, seringkali guru di madrasah / sekolah membuat soal langsung dari buku sumber. Hal ini jelas sangat keliru, karena buku sumber belum tentu sesuai dengan silabus. Kisi-kisi ini menjadi penting dalam perencanaanevaluasi, karena didalamnya terdapat sejumlah indikator sebagai acuan dalam menulis soal. Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain :
a. Representatif, yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum yang akan dievaluasi.
b. Komponen-komponennya harus terurai/rinci, jelas, dan mudah dipahami.
c. Soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Sebenarnya, format kisi-kisi tidak ada yang baku, karena itu banyak model format yang dikembangkan para pakar evaluasi. Namun demikian, sekedar untuk memperoleh gambaran, format kisi-kisi dapat dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas ditulis di bagian atas matriks, sedangkan komponen matriks dibuat dalam bentuk kolom yang sesuai. Komponen identitas meliputi jenis/jenjang madrasah, jurusan/program studi (bila ada), bidang studi/mata pelajaran, tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan, alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal. Sedangkan komponen matriks terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator, dan nomor urut soal. Contoh :









KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER
Nama Madrasah           : ...............................................................
Mata Pelajaran                         : ...............................................................
Jurusan/Program Studi             : ...............................................................
Kurikulum Acuan          : ...............................................................
Alokasi Waktu               : ...............................................................
Jumlah Soal                   : ...............................................................
Standar Kompetensi     : ...............................................................

No
Kompetensi Dasar
Materi
Indikator
Jenjang Kemampuan
Bentuk Soal
Nomor Soal











Catatan : apabila bentuk soal yang akan digunakan lebih dari satu, sebaiknya dimasukkan ke dalam komponen matriks.
Salah satu unsur penting dalam komponen matriks adalah indikator. Indikator adalah rumusan pernyataan sebagai bentuk ukuran spesifik yang menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO). Perhatikan contoh-contoh berikut ini :
a. Menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer.
b. Menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer.
c. Membedakan antara hard-ware dengan soft-ware.
Perhatikan juga indikator dalam matriks berikut ini :
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
Kelas/Semester : IV/I
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Mempraktikkan gerak dasar ke dalam permainan sederhana dan olah raga serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya

Mempraktikkan gerak dasar dalam permainan bola kecil sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi serta nilai kerjasama tim, sportifitas, dan kejujuran

1. Melakukan berbagai teknik dasar permainan kasti.
2. Menerapkan kerjasama tim dalam permainan kasti
3.  Menyebutkan manfaat permainan kasti terhadap kesehatan tubuh.

Dalam praktiknya, penggunaan kata kerja operasional untuk setiap indikator harus disesuaikan dengan domain dan jenjang kemampuan yang diukur. Berikut contoh rumusan kata kerja operasional.
a. Domain kognitif :
1) Pengetahuan/ingatan : mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, menyatakan,  dan sebagainya.
2) Pemahaman : mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas, menyimpulkan, memberi contoh, melukiskan kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan, dan sebagainya.
3) Penerapan : menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan, dan sebagainya.
4) Analisa : mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci, dan sebagainya.
5) Sintesa : menggolongkan, menggabungkan, menghimpun, menciptakan, merencanakan, menjelaskan, membangkitkan, mengorganisir, merevisi, menyimpulkan, menceritakan, dan sebagainya.
6) Evaluasi : menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengeritik, membeda-bedakan, mempertimbang-kan kebenaran, menyokong, dan sebagainya.
b. Domain afektif :
1) Kemauan menerima : bertanya, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberi, berpegang teguh, menjawab, menggunakan, dan sebagainya.
2) Kemauan menanggapi : menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan, memberitahu, dan sebagainya.
3) Berkeyakinan : melengkapi, menggambarkan, membeda-bedakan, mengusulkan, bekerjasama, mencoba, dan sebagainya.
4) Ketekunan, ketelitian : merevisi, melaksanakan, memeriksa kebenaran, melayani, dan sebagainya.
c. Domain psikomotor :
Menirukan, menggunakan, artikulasi (mengucapkan dengan nyata, menyatukan dengan menyambung), mewujudkan, membina, menukar, membersihkan, menyusun, menghubungkan, melatih, mengikuti, membuat bagan, melokalisir, mengikat, mencampur, mengasah/menajamkan, mengaduk, mengerjakan dengan teliti, memulai, memanaskan, mengidentifikasi, dan sebagainya.
Rumusan indikator sebenarnya hampir sama dengan tujuan pembelajaran khusus atau tujuan tingkah laku (behavioral objective). Bedanya, kalau tujuan pembelajaran 3khusus harus dirumuskan dengan lengkap. Contoh :
a. Siswa dapat menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer.
b. Siswa dapat menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer.
c. Siswa dapat membedakan antara hard-ware dengan soft-ware.
Lebih jauh, S.J. Montage dan J.J Koran (1969) mendefinisikan tujuan tingkah laku sebagai “a goal for or desired outcome of learning wich is expresed in terms of observable behavior or performance of the leaner”. Tujuan tingkah laku adalah tujuan atau hasil belajar yang diharapkan dan dinyatakan dalam bentuk tingkah laku atau kinerja peserta didik yang dapat diamati. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi utama tujuan tingkah laku adalah sebagai alat yang sistematis untuk merancang cara-cara melakukan evaluasi terhadap tingkah laku peserta didik.
Manfaat adanya indikator adalah (a) guru dapat memilih materi, metode, media, dan sumber belajar yang tepat, sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan, dan (b) sebagai pedoman dan pegangan bagi guru untuk menyusun soal atau instrument penilaian lain yang tepat, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur pencapaian target dalam indikator, sebaiknya Anda menyusun butir soal dalam format khusus. Hal ini bermanfaat untuk menimbang apakah rumusan indikator sudah benar atau belum, dan apakah sudah konsisten antara indikator dengan butir soal. Contoh :


HUBUNGAN INDIKATOR DENGAN SOAL
Mata Pelajaran                         : .........................................................
Kelas                              : .........................................................
Semester                       : .........................................................
Standar Kompetensi     : .........................................................
Kompetensi Dasar        : .........................................................

No
Jenjang Kemampuan
Indiktor
Soal-soal
Nomor Naskah
No
Rumusan soal
I
II
1
2
3
4
5
6
7







Keterangan :
Kolom 1       : diisi dengan nomor urut indikator. Tiap lembar sebaiknya hanya untuk satu nomor indikator.
Kolom 2    : diisi dengan jenjang kemampuan, baik dalam domain kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi) maupun domain afektif dan psikomotor .
Kolom 3    : diisi dengan rumusan indikator
Kolom 4    : diisi dengan nomor urut soal untuk setiap indikator. Satu indikator dapat disusun
                     untuk beberapa soal.
Kolom 5 : diisi dengan rumusan soal
Kolom 6 : diisi dengan nomor soal yang bersangkutan pada naskah ujian/tes ke satu.
Kolom 7, 8, 9, dan seterusnya : diisi sama dengan kolom 6.
Setelah dirumuskan tujuan atau kompetensi secara rinci, Anda perlu menentukan ruang lingkup materi yang hendak diukur dan perbandingannya. Ruang lingkup materi yang hendak diukur harus sesuai dengan silabus/ kurikulum yang digunakan agar derajat keesuaian dapat diperoleh secara optimal. Misalnya, aspek yang berkenaan dengan pengertian tajwid, fungsi dan peranan ilmu tajwid, cara membaca. al-Qur’an sesuai dengan tajwid dan makhroj. Selanjutnya, ditentukan pula perbandingan bobot materi yang akan diukur. Berat-ringannya bobot bergantung kepada urgensi materi dan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Di samping itu, Anda juga harus menyusun bentuk soal secara bervariasi agar kelemahan setiap bentuk soal dapat ditutupi oleh bentuk soal yang lain.
Dalam kisi-kisi, Anda harus memperhatikan domain yang akan diukur, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Ada pula sistematika yang lebih sederhana yaitu aspek recall, komprehensi, dan aplikasi. Aspek recall berkenaan dengan aspek-aspek pengetahuan tentang istilah-istilah, definisi, fakta, konsep, metode dan prinsip-prinsip. Aspek komprehensi berkenaan dengan kemampuan-kemampuan antara lain : menjelaskan, menyimpulkan suatu informasi, menafsirkan fakta (grafik, diagram, tabel, dll), mentransferkan pernyataan dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lain (misalnya dari pernyataan verbal kepada non-verbal atau dari verbal ke dalam bentuk rumus), memprakirakan akibat atau konsekwensi logis dari suatu situasi. Aspek aplikasi meliputi kemampuan-kemampuan antara lain : menerapkan hukum/prinsip/teori dalam suasana yang sesungguhnya, memecahkan masalah, membuat (grafik, diagram, dan lain-lain), mendemontrasikan penggunaan suatu metode, prosedur, dan lain-lain.
Tingkat kesukaran soal juga harus diperhatikan agar Anda dapat mengetahui dan menetapkan berapa jumlah soal yang termasuk sukar, sedang dan mudah. Adapun besar-kecilnya jumlah soal untuk tiap-tiap tingkat kesukaran tidak ada yang mutlak. Biasanya, jumlah soal sedang lebih banyak daripada jumlah soal mudah dan sukar, sedangkan jumlah soal mudah dan soal sukar sama banyaknya. Misalnya, soal mudah ditentukan 30%, sedang 40%, dan sukar 30 %. Contoh :
KISI-KISI SOAL
Nama Madrasah           : ………………………………..
Mata Pelajaran            : ………………………………..
Kelas/Semester                         : ………………………………..
Kurikulum Acuan          : ………………………………..
Alokasi Waktu               : ………………………………..
Jumlah Soal                   : ………………………………..

Materi
BS 50
PG 30
M 20
Peng
30%
Pem
30%
Ap
40%
Jml
Peng
30%
Pem
30%
Ap
40%
Jml
Peng
30%
Pem
30%
Ap
40%
Jml
A 40%
6
6
8
20
3
4
5
12
2
2
4
8
B 40%
6
6
8
20
3
4
5
12
2
2
4
8
C 20%
3
3
4
10
2
2
2
6
1
1
2
4
Jlh
15
15
20
50
8
10
12
30
5
5
10
20

Penjelasan :
a. Misalnya, jumlah soal keseluruhan adalah 100, terdiri atas 50 soal bentuk benar-salah, 30 soal bentuk pilihan-ganda, dan 20 soal bentuk menjodohkan. Selanjutnya, tentukan pula persentase soal untuk masing-masing materi, misalnya 40 %, 40 %, dan 20 %.
Untuk soal bentuk B – S = 50, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 50 = 20 soal
Materi B = 40 % x 50 = 20 soal
Materi C = 20 % x 50 = 10 soal
Untuk bentuk P – G = 30, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 30 = 12 soal
Materi B = 40 % x 30 = 12 soal
Materi C = 20 % x 30 = 6 soal
Untuk bentuk Menjodohkan = 20, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 20 = 8 soal
Materi B = 40 % x 20 = 8 soal
Materi C = 20 % x 20 = 4 soal
b. Selanjutnya, menghitung jumlah soal untuk setiap jenjang kemampuan, yaitu persentase pada setiap jenjang kemampuan dikalikan dengan jumlah soal untuk setiap bentuk soal. Misalnya :
Pengetahuan : 30 % x 20 = 6 soal
Pemahaman : 30 % x 20 = 6 soal
Aplikasi : 40 % x 20 = 8 soal
Demikian seterusnya.

Pada kisi-kisi di atas belum tampak tingkat kesukaran soal (mudah, sedang, sukar serta perbandingannya). Untuk menghitung tingkat kesukaran soal, maka pada setiap jenjang kemampuan/aspek yang diukur (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) harus dibagi menjadi tiga kolom, yakni untuk kolom mudah, sedang, dan sukar dengan perbandingan (misalnya) 30 %, 40 %, dan 30 %. Dengan demikian, jumlah soal untuk masing-masing tingkat kesukaran pada setiap jenjang kemampuan dapat dihitung seperti berikut :
Untuk jenjang kemampuan pengetahuan :
Mudah   : 30 % x 6 = 1,8 dihitung 2 soal.
Sedang   : 40 % x 6 = 2,4 dihitung 2 soal.
Sukar     : 30 % x 8 = 1,8 dihitung 2 soal.
Demikian seterusnya, sehingga melahirkan tabel yang lebih terurai.
3.  Menulis Soal
Penulisan soal merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan alat ukur atau tes yang baik. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan. Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika perlu didiskusikan kembali dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi, termasuk ahli evaluasi.

4. Uji Coba dan Analisis Soal
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu dilapangan. Tujuannya untuk melihat soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberapa kali uji-coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang digunakan. Informasi empirik pada umumnya menyangkut segala hal yang dapat mempengaruhi validitas soal, seperti aspek-aspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban, daya pembeda soal, pengaruh kultur, dan sebagainya. Sedangkan analisis rasional dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal.
Dalam melaksanakan uji-coba soal, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan, antar lain : (a) ruangan tempatnya tes hendaknya diusahakan seterang mungkin, jika perlu dibuat papan pengumuman diluar agar orang lain tahu bahwa ada tes yang sedang berlangsung, (b) perlu disusun tata tertib pelaksanaan tes, baik yang berkenaan dengan peserta didik itu sendiri, guru, pengawas, maupun teknis pelaksanaan tes, (c) para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak mengganggu suasana tes. Peserta didik yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruang tes, (d) waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan, sehingga peserta didik dapat bekerja dengan baik, (e) peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari penguji. Sikap ini harus tetap dipelihara meskipun diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan bila ada soal yang tidak dimengerti atau kurang jelas. Tanggung jawab penguji dalam hal ini adalah memberikan petunjuk dengan sikap yang bersifat lugas, jujur, adil dan jelas. Namun demikian, antara penguji dan peserta didik hendaknya dapat menciptakan suasana yang kondusif, dan (f) hasil uji coba hendaknya diolah, dianalisis, dan diadministrasikan dengan baik, sehingga dapat diketahui soal-soal mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki kembali.



5. Revisi dan Merakit Soal
Setelah soal diuji-coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah Anda merakit soal menjadi suatu alat ukur yang terpadu. Semua hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokkan bentuk soal, penataan soal, dan sebagainya haruslah diperhatikan.
B. Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi sesuai dengan perencanaan evaluasi, baik menggunakan tes (tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan) maupun non-tes. Dalam pelaksanaan tes maupun non-tes tersebut akan berbeda satu dengan lainnya, sesuai dengan tujuan dan fungsinya masing-masing.
Dalam pelaksanaan tes lisan, Anda harus memperhatikan tempat atau ruangan tes yang akan digunakan. Tempat ini harus terang, enak dipandang dan tidak menyeramkan, sehingga peserta didik tidak takut dan gugup. Anda harus dapat menciptakan suasana yang kondusif dan komunikatif, tetapi bukan berarti menciptakan suasana tes lisan menjadi suasana diskusi, debat atau ngobrol santai. Komunikatif dimaksudkan agar Anda dapat mengarahkan jawaban peserta didik, terutama bila jawaban itu tidak sesuai dengan apa yang kita maksudkan, sebaliknya bukan dengan membentak-bentak peserta didik. Mengarahkan berbeda dengan membantu. Mengarahkan berarti memberi pengarahan secara umum untuk mencapai tujuan, sedangkan membantu berarti ada kecenderungan untuk memberi bunyi jawaban kepada peserta didik, karena ada rasa simpati, kasihan, dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan tes lisan, Anda tidak boleh membentak-bentak peserta didik dan dilarang memberikan kata-kata yang merupakan kunci jawaban. Ada baiknya, sebelum tes lisan dimulai, Anda menyiapkan pokok-pokok materi yang akan ditanyakan, sehingga tidak terkecoh oleh jawaban peserta didik yang simpang siur. Ketika peserta didik masuk dan duduk di tempat ujian, Anda hendaknya tidak langsung memberikan pertanyaan-pertanyaan, karena yakinlah bahwa siapapun yang menghadapi ujian atau tes lisan pasti ada perasaan gugup. Oleh sebab itu, pada waktu mulai tes lisan (lebih kurang 2 – 3 menit), Anda harus dapat menciptakan kondisi peserta didik agar tidak gugup, seperti menanyakan identitas pribadi, pengalaman, kegiatan sehari-hari, dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan tes tertulis, Anda juga harus memperhatikan ruangan atau tempat tes itu dilaksanakan. Ruangan dan tempat duduk peserta didik harus diatur sedemikian rupa, sehingga gangguan suara dari luar dapat dihindari dan suasana tes dapat berjalan lebih tertib. Anda atau panitia ujian harus menyusun tata tertib pelaksanaan tes, baik yang menyangkut masalah waktu, tempat duduk, pengawas, maupun jenis bidang studi yang akan diujikan. Perbandingan alokasi waktu dengan jumlah soal harus sesuai dan proporsional. Begitu juga tempat duduk peserta didik harus direnggangkan satu dengan lainnya untuk menghindari peserta didik saling menyontek. Pengawas boleh berjalan-jalan, tetapi tidak boleh mengganggu suasana ujian.
Pembagian soal hendaknya dilakukan secara terbalik agar peserta didik tidak ada yang lebih dahulu membaca. Semua ini harus diatur sedemikian rupa agar pelaksanaan tes tertulis dapat berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Pada prinsipnya ketentuan-ketentuan di atas tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan tes perbuatan, hanya dalam tes perbuatan terkadang diperlukan alat bantu khusus, misalnya untuk belajar membaca Al-Qur’an diperlukan kitab suci Al- Qur’an, untuk tes praktik sholat dibutuhkan tempat sholat (musholla), dan sebagainya. Untuk itu, dalam pelaksanaan tes perbuatan diperlukan tempat tes yang terbuka dan suasananya bebas.
Pelaksanaan nontes dimaksudkan untuk mengetahui sikap dan tingkah laku peserta didik sehari-hari dengan menggunakan instrumen khusus, seperti pedoman observasi, pedoman wawancara, skala sikap, skala minat, daftar cek, rating scale, anecdotal records, sosiometri, home visit, dan sebagainya. Anda dituntut tidak hanya mampu membuat dan melaksanakan tes yang baik, tetapi juga harus dapat membuat alat-alat khusus dalam nontes dan melaksanakannya dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi peserta didik, selain menggunakan tes tertulis (pencil and paper test), Anda juga dapat menggunakan tes kinerja (performance test). Di samping itu, Anda dapat menilai hasil kerja peserta didik dengan cara memberikan tugas atau proyek dan menganalisis semua hasil kerja dalam bentuk portofolio. Anda diharapkan tidak hanya menilai kognitif peserta didik, tetapi juga non-kognitif, seperti pengembangan pribadi, kreatifitas, dan keterampilan interpersonal, sehingga dapat diperoleh gambaran yang komprehensif dan utuh.
Realitas menunjukkan bahwa tidak ada satu teknik dan bentuk evaluasi yang dapat mengumpulkan data tentang keefektifan pembelajaran, prestasi dan kemajuan belajar peserta didik secara sempurna. Pengukuran tunggal tidak cukup untuk memberikan gambaran atau informasi tentang keefektifan pembelajaran dan tingkat penguasaan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai) peserta didik. Hasil evaluasi juga tidak mutlak dan tidak abadi, karena sistem belajar dan pembelajaran terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman belajar peserta didik. Penetapan salah satu teknik dan bentuk evaluasi (misalnya hanya tes objektif) dapat menghambat penguasaan kompetensi peserta didik secara utuh, sehingga tidak memberikan umpan balik dalam rangka diagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar. Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai keseluruhan aspek kepribadian dan prestasi belajar peserta didik yang meliputi :
1.     Data pribadi (personal) peserta didik, seperti nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, golongan darah, alamat, dan lain-lain.
2.     Data tentang kesehatan peserta didik, seperti : penglihatan, pendengaran, penyakit yang sering diderita, kondisi fisik dan sebagainya.
3.     Data tentang prestasi belajar (achievement) peserta didik di sekolah.
4.     Data tentang sikap (attitude) peserta didik, seperti sikap terhadap sesama teman sebaya, sikap terhadap kegiatan pembelajaran, sikap terhadap guru dan kepala sekolah, sikap terhadap lingkungan sosial, dan lain-lain.
5.     Data tentang bakat (aptitude) peserta didik, seperti ada tidaknya bakat di bidang olah raga, keterampilan mekanis, manajemen, kesenian, keguruan, dan sebagainya.
6.     Persoalan penyesuaian (adjustment), seperti kegiatan anak dalam organisasi di sekolah, forum ilmiah, olah raga, kepanduan, dan sebagainya.
7.     Data tentang minat (intrest) peserta didik.
8.     Data tentang rencana masa depan peserta didik yang dibantu oleh guru dan orang tua sesuai dengan kesanggupan anak.
9.     Data tentang latar belakang keluarga peserta didik, seperti pekerjaan orang tua, penghasilan tetap tiap bulan, kondisi lingkungan, hubungan peserta didik dengan orang tua dan saudara-saudaranya, dan sebagainya.
Dari jenis-jenis data di atas jelas kiranya bahwa banyak data yang harus dikumpulkan dari lapangan melalui kegiatan evaluasi. Pengumpulan data ini harus diperhitungkan dengan cermat dan matang serta berpedoman kepada prinsip dan fungsi evaluasi itu sendiri. Ada kecenderungan pelaksanaan evaluasi selama ini kurang begitu memuaskan (terutama) bagi peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain : (a) proses dan hasil evaluasi kurang memberi keuntungan pada peserta didik, baik secara langsung maupun tidak langsung, (b) penggunanan teknik dan prosedur evaluasi yang kurang tepat berdasarkan apa yang sudah dipelajari peserta didik, (c) prinsip-prinsip umum evaluasi kurang dipertimbangkan dan pemberian skor cenderung tidak adil dan tidak objektif, dan (d) cakupan evaluasi kurang memperhatikan aspek-aspek penting dari pembelajaran.
Jika semua data sudah dikumpulkan, maka data itu harus diseleksi dengan teliti, sehingga Anda dapat memperoleh data yang baik dan benar. Sebaliknya, bila data yang terkumpul tidak diseleksi lagi, maka ada kemungkinan data itu tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, bahkan mungkin pula bertentangan, sehingga mengakibatkan kekaburan atau kekurangjelasan dari apa yang diharapkan. Data yang harus diseleksi tidak hanya data dari hasil evaluasi, tetapi juga data yang diperoleh dari pihak lain tentang peserta didik. Namun demikian, tidak semua data yang diperoleh pasti mempunyai kesalahan. Jika Anda sendiri yang melaksanakan evaluasi itu, tentu Anda akan lebih berhati-hati dalam memilih dan menggunakan teknik dan alat evaluasi.
Ada beberapa hal yang memungkinkan timbulnya kesalahan-kesalahan dalam pengumpulan data, yaitu:
1. Kesalahan-kesalahan yang mungkin ditimbulkan karena kurang sempurna alat-alat evaluasi. Misalnya, pada data yang berupa skor tes, mungkin tes yang dipergunakan kurang baik, tidak valid, tidak reliabel, tidak praktis, dan sebagainya. Pada data yang berupa hasil-hasil observasi, mungkin pedoman observasinya kurang jelas, data hasil observasi kurang lengkap atau tidak melukiskan variabel yang harus diobservasi. Prosedur verifikasinya adalah meneliti kembali alat-alat evaluasi yang digunakan dalam pengumpulan data. Apakah alat-alat evaluasi tersebut sudah cukup baik atau belum ? Jika berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata tidak ada kekeliruan, berarti kesalahannya bukan bersumber dari alat evaluasi yang digunakan. Oleh sebab itu, pemeriksaan harus dilanjutkan pada sumber kesalahan yang lain.
2. Kesalahan-kesalahan yang mungkin ditimbulkan oleh kurang sempurnanya prosedur pelaksanaan evaluasi yang dilakukan. Misalnya, pada data yang berupa skor tes, mungkin pada waktu pelaksanaan tes tersebut terjadi peristiwa-peristiwa yang berlawanan dengan kelaziman-kelaziman yang biasa, pengawasan kurang ketat, kondisi tempat pelaksanaan tes kurang nyaman, cahaya kurang terang, dan sebagainya. Prosedur verifikasinya adalah meninjau kembali komponen-komponen yang terkait dalam pelaksanaan evaluasi, syarat-syarat pelaksanaan evaluasi, dan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan evaluasi. Jika disini tidak ditemukan sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan, maka pemeriksaan harus dilanjutkan pada sumber kesesatan yang lain.

3. Kesalahan yang mungkin ditimbulkan oleh kurang sempurnanya cara pencatatan hasil evaluasi. Misalnya, pada data yang berupa skor tes kemungkinan kita sudah menjumlahkan skor yang dicapai peserta didik. Prosedur verifikasinya adalah meneliti kembali pencatatan skor yang telah dilakukan, seperti ada tidaknya kekeliruan pada waktu mencatat hasil evaluasi, ada tidaknya kekeliruan dalam pemberian skor, dan ada tidaknya kekeliruan dalam menjumlahkan skor setiap peserta didik. Jika disinipun tidak ditemukan kesalahan, berarti data yang dikumpulkan itu tidak mengandung kesalahan. Hal-hal semacam inilah yang diperlukan dalam menyeleksi dan meneliti data yang diperoleh.

1 komentar:

  1. artikel ini diposting sudah lama tapi bermanfaat sekali , saya sangat berterimakasih

    BalasHapus