A. PENDAHULUAN
Pembelajaran
merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling
berinteraksi dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Setiap proses pembelajaran berlangsung, penting bagi seorang guru maupun
peserta didik untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan tersebut. Hal ini hanya
dapat diketahui jika guru melakukan evaluasi, baik evaluasi terhadap proses
maupun produk pembelajaran. Evaluasi memiliki arti lebih luas daripada
penilaian. Dengan kata lain di dalam evaluasi tercakup di dalamnya penilaian.
Dengan
terjadinya perubahan kurikulum menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), maka bermunculan teknik maupun alat evaluasi yang disesuaikan dengan
perkembangan dunia pendidikan saat ini. Apalagi pada pelaporan hasil belajar
peserta didik (raport) guru diharuskan menuliskan hasil belajar bukan hanya
dalam aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Sebenarnya penilaian
ketiga aspek tersebut bukan barang baru bagi guru, mengingat di masa-masa
sebelum berlakunya KTSP guru-guru selalu mempertimbangkan perilaku dan
keterampilan peserta didik sebelum menetap-kan mereka layak naik kelas atau
tidak, tetapi penilaian tersebut tidak terdokumentasikan secara tersurat.
Bukan
alasan klise jika seorang guru beban kerjanya sangat berat. Selain harus
mengajar di kelas, guru juga dipacu untuk dapat mengembangkan
keprofesionalannya melalui berbagai aktivitas di luar tugas rutinnya mengajar.
Adanya keharusan menilai peserta didik pada ketiga aspek tentu saja menambah
beban tugas guru semakin besar. Namun demikian, hal itu harus tetap dilakukan,
meski dengan segala keterbatasan waktu, tenaga, dan mungkin juga biaya.
Kendala
yang sering dihadapi guru dalam melakukan evaluasi adalah kurang tersedianya
alat evaluasi yang dapat dicontoh di lapangan. Meskipun ada, biasanya bentuk/format
dan isinya hampir seragam. Jika guru ingin mengadopsi langsung, kadang-kadang
kurang sesuai dengan kondisi dan karakteristik peserta didik, namun jika
mengadaptasi guru relatif belum memiliki bekal cukup untuk melakukannya.
Mengingat
saat ini banyak alat evaluasi yang dapat digunakan guru dalam mengetahui
sejauhmana proses pembelajaran yang dilakukan berhasil dan sejauhmana materi
ajar yang disampaikan dikuasai oleh peserta didiknya, maka penting bagi guru
mengenal dan mengetahui berbagai alat evaluasi yang dapat diterapkan dalam
proses pembelajaran, jika perlu mengembangkannya. Terlebih saat ini juga
diterapkan kurikulum berkarakter yang mengharuskan guru mengetahui pula
bagaimana menilai karakter peserta didiknya, maka adanya workshop ini dapat menjadi
ajang sharing bagi kita semua.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Penilaian dan Evaluasi
Siapapun
yang melakukan tugas mengajar, perlu mengetahui akibat dari pekerjaan-nya.
Pendidik harus mengetahui sejauhmana peserta didik telah menyerap dan menguasai
materi yang telah diajarkan. Sebaliknya, peserta didik juga membutuhkan
informasi tentang hasil pekerjaannya. Hal ini hanya dapat diketahui jika
seorang pendidik (guru) melakukan evaluasi. Sebelum melakukan evaluasi, maka
guru harus melakukan penilaian yang didahului dengan pengukuran.
Pengukuran
hasil belajar adalah cara pengumpulan informasi yang hasilnya dapat dinyatakan
dalam bentuk angka yang disebut skor. Penilaian hasil belajar adalah cara
menginterpretasikan skor yang diperoleh dari pengukuran dengan mengubahnya
menjadi nilai dengan prosedur tertentu dan menggunakannya untuk mengambil
keputusan. Sebenar-nya penilaian hasil belajar sudah mencakup pengukuran hasil
belajar, sehingga instrumen/ alat pengukuran sering disebut sebagai
instrumen/alat penilaian.
Ada
sebagian ahli pendidikan menyamakan arti evaluasi dengan penilaian, tetapi
sesungguhnya evaluasi memiliki arti yang lebih luas, yaitu penggunaan hasil
penilaian untuk mengambil keputusan, seperti untuk menentukan kelulusan,
penempatan, penjurusan, dan perbaikan program. Evaluasi hasil belajar merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan. Jadi, evaluasi mencakup penilaian sekaligus pengukuran,
namun alat evaluasi sering disebut juga alat penilaian.
Menurut
Cizek (2000: 16), evaluasi adalah suatu proses penentuan nilai atau harga
dengan mempertimbangkan hasil observasi atau koleksi data yang diperoleh. Hal
ini berarti untuk melakukan evaluasi harus diawali dengan kegiatan observasi
maupun kegiatan lainnya yang akan menghasilkan data sebagai pertimbangan
evaluasi tersebut.
Pengertian
evaluasi yang sederhana disampaikan oleh Sudiyono (1998: 8), yaitu evaluasi
dipandang sebagai kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai
sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan sudah dapat dilaksanakan. Kegiatan
evaluasi selalu diawali dengan kegiatan pengukuran, yaitu proses penetapan
angka menurut aturan tertentu, dilanjutkan penilaian, baru kemudian diakhiri
dengan evaluasi. Penilaian dimak-sudkan sebagai suatu kegiatan menafsirkan data
hasil pengukuran.
2. Teknik dan Instrumen Evaluasi/Penilaian
Selain
mengembangkan silabus, guru juga diharapkan mampu mengembangkan sistem
penilaian, baik untuk aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Jika di saat KBK
diberlakukan, guru mengalami kesulitan dalam hal penilaian, ternyata kesulitan
ini terbawa sampai berlakunya KTSP. Colin Marsh (1996 : 10) menyatakan bahwa
salah satu kompe-tensi yang harus dimiliki guru adalah kemampuannya dalam
melakukan penilaian, baik terhadap proses maupun produk pembelajaran.
Teknik
penilaian hasil belajar adalah cara melakukan penilaian hasil belajar, teknik
penilaian disebut juga teknik pengukuran, teknik evaluasi, atau jenis tagihan.
Istilah teknik pengukuran sebenarnya mempunyai arti yang lebih tepat, oleh
karena kegiatan pertama penilaian adalah pengukuran. Teknik penilaian hasil
belajar dibagi menjadi:
1.
teknik
ujian, bila objeknya hasil belajar pada aspek kognitif atau psikomotor,
yang dapat berbentuk:
1)ujian tulis, ujian lisan, atau ujian
perbuatan tergantung cara menjawab;
2)ujian terbuka/tertutup tergantung
boleh tidaknya peserta didik membuka catatan;
2.
teknik
non-ujian bila objeknya terutama hasil belajar aspek afektif, namun dalam hal
tertentu dipakai pula untuk hasil belajar aspek kognitif dan psikomotor, yang
dapat berbentuk teknik: (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) angket;
3.
teknik
penilaian alternatif bila objeknya proses dan/atau hasil belajar aspek
kognitif, psikomotor, atau afektif.
Instrumen
penilaian hasil belajar disebut juga instrumen pengukuran atau instrumen
evaluasi hasil belajar. Instrumen penilaian hasil belajar dapat berbentuk:
1. soal (tes) untuk teknik ujian, yang
dapat berbentuk soal uraian dan objektif;
2. non-soal (non-tes) untuk teknik
non-ujian, yang dapat berbentuk pedoman observasi, daftar cek atau skala
lajuan; pedoman wawancara; lembar angket atau skala sikap;
3. tugas-tugas untuk teknik penilaian
alternatif.
Teknik
penilaian hasil belajar bentuk ujian adalah cara merekam hasil belajar peserta
didik dengan cara ujian menggunakan instrumen penilaian berbentuk soal, baik
soal bentuk uraian maupun soal bentuk objektif. Dalam istilah ujian termasuk
juga ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas.
Setiap
instrumen penilaian memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga ketika memilih
bentuk instrumen kita harus sudah mempertimbangkan efektivitas dan efisiensinya
bagi keberhasilan pembelajaran yang kita lakukan. Sebagai contoh, jika kita
melakukan ulangan harian, maka tidak tepat jika menggunakan soal berbentuk
benar- salah, sebab ulangan harian bertujuan untuk mengetahui bagian mana dari
materi yang diajarkan guru belum dikuasai peserta didik. Untuk tujuan seperti
itu, soal benar – salah tidak mampu memberikan informasi secara tepat.
3. Beberapa Hal Penting dalam Membuat
Instrumen Penilaian
Penilaian
terhadap hasil belajar peserta didik selalu memerlukan instrumen penilaian. Ada
kalanya guru kurang mempersiapkan dengan baik instrumen tersebut dan terkesan
asal-asalan. Padahal hasil penilaian merupakan informasi penting, baik bagi
guru sebagai umpan balik terhadap berhasil tidaknya dalam mengajar maupun bagi
peserta didik terhadap tingkat penguasaan yang telah dicapai. Oleh karena itu
sebelum melakukan penilaian, guru perlu mempersiapkan instrumen penilaian
dengan baik dan juga mengetahui bagaimana membuat soal yang baik. Sebenarnya
instrumen soal yang baik adalah yang memiliki validitas dan reliabilitas yang
tinggi. Namun bagi guru SD persyaratan itu terasa berat, kecuali untuk
instrumen penilaian yang akan digunakan pada skala yang lebih luas, seperti
ulangan umum bersama.
Hal
pertama yang terpenting dan harus dibiasakan guru adalah membuat kisi-kisi
sebelum membuat butir soal. Kisi-kisi berisi materi dan sub-materi yang akan
diujikan serta distribusi soal yang mewakili semua sub-materi yang ada. Jika
kisi-kisi tidak dibuat, maka guru tidak mengetahui apakah butir-butir soal yang
dibuat representatif, baik ditinjau dari terwakilinya semua sub-materi,
tingkatan aspek kognitif (C1 – C6), maupun tingkat
kesukarannya. Meski terlihat sepele, tetapi kisi-kisi mampu membantu guru untuk
belajar merencanakan dengan baik evaluasi yang akan dilakukan.
Berikutnya
adalah memilih bentuk soal, apakah soal objektif atau uraian,
tergantung tujuan penilaian yang akan dilakukan. Soal objektif
membuatnya lama, biasanya hanya mengukur aspek kognitif tingkat rendah, dan ada
kemungkinan peserta didik menebak jawaban, namun kelebihannya mudah dan cepat
mengoreksinya, mencakup banyak materi, dan objektivitas tinggi. Sedangkan soal
uraian memiliki kelebihan dan kelemahan sebaliknya. Ada beberapa hal penting
yang perlu diperhatikan jika guru akan membuat soal objektif maupun uraian,
diantaranya:
a.
Soal bentuk benar-salah
- Diusahakan
jumlah kunci jawaban B dan S seimbang (tidak harus sama).
- Usahakan
jumlahnya lebih dari 50 butir soal agar dapat memenuhi validitas isi.
- Hindarkan
pernyataan yang terlalu umum dan kompleks.
- Hindarkan
kata yang berarti tak tentu, seperti umumnya, biasanya, kebanyakan.
b.
Soal bentuk menjodohkan
- Jumlah
butir alternatif jawaban dibuat lebih banyak.
- Jumlah
butir soal maksimal 5 dan jumlah butir alternatif jawaban maksimal 7.
- Usahakan
butir soal dan butir alternatif mengenai hal yang homogen.
c.
Soal bentuk pilihan ganda
- Memenuhi
kualitas dari aspek konstruksi, seperti tidak menggunakan kalimat negatif
(apalagi negatif ganda), pertanyaan harus tegas/tidak meragukan, tidak
boleh menje-bak (misal memberi data yang sebenarnya tidak digunakan dalam
perhitungan), dan butir soal tidak bergantung pada butir sebelumnya
(merugikan siswa).
- Memenuhi
kualitas dari aspek bahasa, seperti kalimat yang komunikatif, tidak
menimbulkan penafsiran ganda, menggunakan bahasa umum yang baku, dan
meng-hindari penggunaan kata yang bermakna tidak tentu, misal kebanyakan,
seringkali, kadang-kadang, pada umumnya.
- Petunjuk
tidak boleh menggunakan kata “paling benar”, karena soal objektif tidak
mengenal gradasi kebenaran.
- Kalimat
soal (stem) lebih panjang daripada kalimat pada option.
- Panjang
option homogen.
- Pola
jawaban kunci tidak saistematis/teratur.
d.
Soal uraian
Soal
uraian dikatakan soal subjektif karena besar kemungkinan masuknya unsur pribadi
dalam proses koreksi atau penilaian oleh berbagai sebab, seperti jawaban yang
tidak tentu (terutama pertanyaan yang memerlukan penalaran dalam menjawab),
faktor kenal peserta didik, tulisan, dan suasana hati. Oleh karena itu ketika
kita memilih soal uraian, maka perlu mengetahui cara-cara untuk meminimalisir
subjektivitas tersebut, diantaranya:
- Dibuat
pedoman penskoran. Penskoran dilakukan pada setiap langkah pengerjaan.
- Bobot skor
untuk setiap butir instrumen ditentukan berdasarkan tingkat kesulitan
butir instrumen.
- Soal yang
teoretis ditetapkan kata kunci yang harus ada dalam jawaban peserta didik.
- Mengoreksi
nomor yang sama secara berurutan pada semua lembar jawaban.
- Menyelesaikan
koreksi dalam waktu yang sama atau berhenti mengoreksi pada nomor soal
yang sama, karena suasana hati mempengaruhi hasil penilaian.
- Menutup
identitas.
- Menghindari
kata tanya “Menurut pendapat Anda”, “Apa yang Anda ketahui”,
“Sejauh-mana”, “Bolehkah/Dapatkah”, jika tidak menginginkan pendapat
peserta didik sendiri.
4. Instrumen Penilaian Non Ujian/Non-tes
Hasil
belajar dapat berupa pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pengetahuan
teoretis dapat dinilai dengan instrumen penilaian soal tertulis atau lisan,
keterampilan dapat dinilai dengan soal tindakan/perbuatan, sedangkan perubahan
sikap dan pertumbuhan peserta didik hanya dapat dinilai dengan teknik penilaian
non-ujian.
Teknik
penilaian non-ujian terutama digunakan untuk menilai hasil belajar pada
kompetensi afektif, yang berupa perubahan sikap, minat, nilai, dan konsep diri.
Teknik penilaian non-ujian juga digunakan untuk menilai hasil belajar pada
kompetensi kognitif dan kompetensi psikomotor. Teknik penilaian non-ujian
berupa teknik penilaian observasi, wawancara, dan angket. Instrumen penilaian
non-ujian dapat berupa pedoman observasi, daftar cek, dan skala lajuan, pedoman
wawancara, dan lembar angket.
Selama
ini guru SD khususnya kurang diperkenalkan mengenai bentuk-bentuk instrumen penilaian
non ujian atau non-tes, apalagi diperkenalkan cara menyusunnya. Hal ini
disebabkan penilaian terhadap aspek afektif dianggap dapat dilakukan hanya
dengan mengamati tingkah laku peserta didik setiap hari, atau cukup dengan
melihat catatan pada guru BP. Padahal aspek afektif yang dimaksud tidak
semata-mata berkaitan dengan kenakalan dan kedisiplinan, tetapi juga berkaitan
dengan sikap, minat, motivasi, nilai, dan konsep diri yang dapat menghambat
proses belajar mereka.
Langkah-langkah
yang harus dilakukan guru jika ingin mengembangkan dan menyusun sendiri
instrumen non-tes ini adalah:
1. Mencari teori tentang aspek afektif yang
akan dinilai atau setidaknya definisinya.
2. Teori/definisi tersebut digunakan
sebagai acuan untuk menjabarkan menjadi kriteria yang kemudian dibuat indikator
dan pernyataan/pertanyaan dalam lembar instrumen yang akan dibuat.
3. Satu indikator dapat dijabarkan lebih
dari satu pertanyaan/pernyataan.
4. Untuk mengatasi kelemahan angket, maka
dapat dibuat pernyataan ganda (positif dan negatif) yang berfungsi mengecek
konsistensi responden dalam menjawab.
5. Jika menggunakan skala likert, harus
diberi pedoman untuk setiap kriteria, misal sangat baik jika …………
6. Pengubahan skor ke nilai tergantung yang
diinginkan, misalkan untuk skala likert 5 dengan pernyataan positif angket
sebanyak 20, maka skor maksimal 5 x 20, jika ingin diubah % dapat dilakukan
dengan menghitung skor responden/skor maksimal x 100%.
5. Instrumen Penilaian Alternatif
Timbulnya
penilaian alternatif didasarkan pada teori inteligensi jamak (multiple-intelligents)
dari Howard Gardner (1980). Selama ini penilaian selalu ditujukan pada
dua kemampuan dasar peserta didik, yaitu logical-mathematical danverbal-linguistic,
padahal kemampuan peserta didik bersifat jamak (banyak). Teori inteligensi
jamak menimbulkan usaha untuk melakukan penilaian hasil belajar
dengan spektrum objek yang lebih luas, yaitu penilaian alternatif.
Penilaian
dengan kertas dan pensil disebut penilaian tradisional yang sering
dipertentangkan dengan penilaian alternatif (alternative assesment) atau
penilaian otentik (outentic assesment). Penilaian alternatif adalah
teknik penilaian non-tradisional yang menggunakan instrumen penilaian
bervariasi, antara lain, kumpulan hasil karya peserta didik (portofolio), hasil
kerja peserta didik (produk), penugasan terhadap peserta didik (proyek), dan
kinerja peserta didik (performance).
Instrumen
penilaian alternatif berupa tugas-tugas yang diberikan kepada peserta
didik dan dapat berbentuk tugas menyusun portofolio, mengembangkan
suatu produk, melaksanakan suatu proyek, dan melakukan suatu unjuk
kerja (performance).
Portofolio
adalah kumpulan hasil karya peserta didik seperti karangan, lukisan, herbarium,
dan lain-lain. Tugas menyusun portofolio dalam satu semester yang menghasil-kan
suatu portofolio itulah yang merupakan instrumen penilaian portofolio. Tidak
semua kumpulan hasil karya peserta didik yang berbentuk portofolio dapat
dipakai sebagai penilaian portofolio. Hanya karya yang benar-benar disusun
peserta didik sendiri yang dapat dikategorikan sebagai portofolio.
Tugas
mengembangkan suatu produk, misalnya produk yang berupa gambar atau benda-benda
model. Tugas melaksanakan suatu proyek yang dapat diberikan kepada peserta
didik sangat bervariasi, misalnya merancang alat untuk menunjukkan pernafasan
tumbuhan, merancang alat untuk menunjukkan sifat magnet. Tugas melakukan suatu
kiner-ja peserta didik misalnya melakukan praktik unjuk kerja sifat konduktor
alat-alat yang terbuat dari logam. Penilaian alternatif dilakukan terhadap
proses dan hasilnya.
C. PENUTUP
Penilaian
merupakan salah satu komponen penting yang harus dilakukan guru untuk
mengetahui berhasil tidaknya proses pembelajaran yang telah dilakukan. Meskipun
guru SD merupakan guru kelas yang mengampu lebih dari satu mata pelajaran,
namun dengan niat dan kemauan yang kuat, tentu masih dapat menyisihkan sebagian
waktunya untuk berlatih mengembangkan instrumen penilaian sendiri. Melakukan
segala sesuatu yang belum biasa memang sulit dan berat, tetapi jika sudah
terbiasa menjadi mudah dan ringan. Jika tetap merasa kesulitan, maka dapat
dicoba secara berkelompok. Semboyan ringan sama dijinjing berat sama dipikul
perlu diterapkan, jangan malah ringan sama dijinjing berat sama-sama
ditinggalkan. Cobalah berulang-ulang, pasti akhirnya bisa. Percayalah!
DAFTAR
PUSTAKA
Anderson,
L. W. and David R. Krathwohl. (2001). A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assessing. New York: Longman.
Cizek,
G. J. (2000). Pockets of Resistance in the Assessment Revolution,
Educational Measurement : Issues and Practice. Summer 2000. Volum 19,
Number 2.
Colin
Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison
Wesley Longman Australia Pry Limited.
Depdiknas.
(1999). Pengelolaan Pengujian bagi Guru Mata Pelajaran. Jakarta:
Depdiknas.
_________.
(2003). Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas).Bandung:
Citra Umbara.
_________.
(2005). Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Jakarta :
Depdiknas.
_________.
(2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005
tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Gronlund,
N. E . (1981). Measurement and Evaluation in Teaching, 5th Ed.
New York: MacMillan Publishing Co.
Sudiyono,
Anas. (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Sukardjo.
(2007). Penilaian Hasil Belajar Kimia (Naskah Buku). Yogyakarta:
FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
CONTOH
PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI KARAKTER
KARAKTER:
KEDEMOKRATISAN
DEFINISI
Cara
berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
KRITERIA
1. Cara berpikir berdasarkan persamaan hak
dan kewajiban
2. Cara bersikap berdasarkan persamaan hak
dan kewajiban
3. Cara bertindak berdasarkan persamaan hak
dan kewajiban
INDIKATOR
1. Menghargai pendapat anggota kelompok
diskusi
2. Melakukan voting dalam
memutuskan pemecahan masalah yang didiskusikan
3. Berani mengeluarkan pendapat meski tidak
sejalan dengan anggota kelompok
4. Menengahi jika ada selisih pendapat antar
anggota kelompok
5. Mempresentasikan hasil diskusi sesuai
dengan masukan anggota kelompok
INSTRUMEN
EVALUASI (LEMBAR ANGKET)
Nomor Indikator
|
Pernyataan
|
Kriteria
|
||||
STS
|
TS
|
R
|
S
|
SS
|
||
1
|
Saya
mendengarkan dengan baik pendapat teman, meski belum tentu pendapatnya benar.
|
|||||
Saya
menginginkan pendapat saya diterima-
|
||||||
2
|
Ketika
semua berpendapat, maka saya berharap se-mua pendapat ditulis tanpa melihat
kebenarannya.
|
|||||
Menurut
saya, pendapat yang benar langsung dipa-kai tanpa perlu voting.
|
||||||
3
|
Saya
berusaha mengemukakan pendapat dalam setiap diskusi, tanpa mengharuskan harus
diterima pendapat saya.
|
|||||
Saya
selalu diam dalam diskusi karena takut penda-pat saya tidak diterima.
|
||||||
Saya lebih
baik menunggu pendapat teman yang pandai daripada berpendapat sendiri yang
belum tentu benar.
|
||||||
4
|
Saya
senang melihat teman saya berselisih paham.
|
|||||
Saya
berusaha menengahi ketika teman berselisih paham.
|
||||||
5
|
Jika saya
yang maju, maka hanya saya presentasikan pendapat dari teman yang saya suka.
|
|||||
Apapun
isinya, semua hasil diskusi yang telah disepa-kati dalam kelompok saya
bacakan dengan baik.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar