A. Perencanaan Evaluasi
Dalam melaksanakan
suatu kegiatan tentunya harus sesuai dengan apa yang direncanakan. Hal ini
dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dapat lebih maksimal. Namun, banyak juga
orang yang melaksanakan suatu kegiatan tanpa perencanaan yang jelas sehingga
hasilnya pun kurang maksimal. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus dapat
membuat perencanaan evaluasi dengan baik. Langkah pertama yang perlu dilakukan
dalam kegiatan evaluasi adalah membuat perencanaan. Perencanaan ini penting
karena akan memengaruhi langkah-langkah selanjutnya, bahkan memengaruhi
keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh.
Implikasinya adalah
perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan
komperhensif sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam menentukan langkah-langkah
selanjutnya. Melalui perencanaan evaluasi yang matang inilah kita dapat
menetapkan tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral objective) atau indikator
yang akan dicapai, dapat mempersiapkan pengumpulan data dan informasi yang
dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu yang tepat.
1. Pentingnya Analisis
Kebutuhan
Pada dasarnya,
analisis kebutuhan merupakan bagian integral dari sistem pembelajaran dari
keseluruhan. Analisis kebutuhan dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam
melakukan analisis kebutuhan adalah pendekatan sistem sehingga model
analisisnya disebut analisis sistem. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
analisis sistem dapat mengikuti langkah-langkah metode pemecahan masalah, yaitu
mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, analisis data dan kesimpulan. Melalui analisis kebutuhan,
evaluator akan memperoleh kejelasan masalah dalam pembelajaran sehingga dapat
memberikan rekomendasi kepada pembuat atau penentu kebijakan. Sehubungan dengan
hal tersebut, evaluator harus memahami dengan tepat apa, mengapa, bagaimana,
kapan, di mana dan siapa yang melakukan analisis kebutuhan.
Analisis kebutuhan
adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengidentifikasi
kebutuhan dan menentukan skala prioritas pemecahannya. Dalam program
pembelajaran, kebutuhan yang dimaksud merupakan suatu kondisi kesenjangan
antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi nyata. Kebutuhan tersebut dapat
terjadi pada diri peserta didik dan guru, baik secara perseorangan maupun
kelompok atau juga pada institusi. Dasar pemikirannya dalah sering sekali
sekolah dan guru sudah melakukan berbagai upaya maksimal untuk memanfaatkan
sumber daya dalam sistem pembelajaran.
Namun kenyataannya,
masih ada saja keluhan, kekecewaan atau kekurangan, seperti prestasi belajar
peserta didik yang kuarang optimal. Analisis kebutuhan merupakan alat yang
tepat untuk melakukan perubahan yang rasional dan fungsional. Roger Kaufman dan
Fenwick W. English (1979) mendeskripsikan perbandingan antara upaya pemecahan
masalah secara tradisional dengan cara yang inovatif, yaitu menggambarkan
proses penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam sebuah diagram
atau bagan proses yang menunjukan posisi analisis kebutuhan. Dibawah ini adalah
posisi analisis kebutuhan dalam program pembelajaran:
Untuk apa pembelajaran dan apa yang
akan diajarkan?
|
Mengapa materi tersebut penting untuk
diajarkan?
|
Bagaimana mengerjakannya?
|
Tujuan dan materi
|
Analisis Kebutuhan
|
Pendekatan dan strategi
|
Ketika guru ingin mengembangkan program
pembelajaran, tentu seorang guru harus merumuskan tujuan pembelajaran. Guru
kemudian memilih materi apa saja yang nantinya akan disampaikan dalam rangka
mencapai tujuan tersebut. Setelah itu, guru menelaah kembali materi yang
dipilih sudah sesuai dengan kebutuhan peserta didik, maka guru menentukan
pendekatan dan strategi yang tepat untuk menyampaikan materi. Pendekatan dapat
digunakan secara individual atau kelompok, sedangkan strategi akan menentukan
metode, media, dan sumber belajar yang akan digunakan. Hal penting yang harus
dipahami oleh evaluator adalah ketika melakukan analisis kebutuhan dalam
pembelajaran hendaknya dimulai dari peserta didik, kemudian komponen-komponen
yang terkait dengannya. Perencanaan evaluasi dapat ditinjau dari dua
pendekatan, yaitu:
2. Pendekatan program
pembelajaran.
Suatu program minimal
terdiri atas tiga dimensi, yaitu input, proses, dan output. Di sini evaluator
harus menyusun desain evaluasi yang dituangkan dalam bentuk proposal, karena
melakukan evaluasi sama halnya dengan melakukan penelitian. Kegiatan evaluasi
sama dengan kegiatan penelitian. Bedanya, kegiatan evaluasi bertitik tolak dari
sebuah kriteria. Dengan demikian, proposal evaluasi sama dengan proposal
penelitian.
Secara umum, sebuah
proposal lengkap terdiri atas tiga bagian besar, yaitu bagian pendahuluan,
bagian metodologi dan bagian administrasi. Perlu diketahui bahwa instrumen
evaluasi yang digunakan harus betul-betul memiliki karateristik instrumen yang
baik, seperti validitas, reliabilitas dan praktis. Untuk itu, proses
pengembangan instrumen harus mengikuti langkah-langkah standardisasi sebuah
instrumen evaluasi. Begitu juga dengan populasinnya, jika terlalu banyak dan
luas, sebaliknya diambil dengan teknik sampling.
3. Pendekatan hasil
belajar
Pendekatan ini dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu domain hasil belajar, proses dan hasil
belajar, dan kompetensi. Disini perencanaan evaluasi dilihat dalam perspektif
hasil belajar. Jika didalam penilaian itu sudah jelas akan menggunakan test,
maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti merumuskan tujuan
penilaian, mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar, menyusun kisi-kisi,
mengembangkan draft instrumen, uji coba dan analisis instrumen, revisi dan
merakit instrumen baru.
a) Menentukan tujuan
Penilaian
Tujuan penilaian ini
harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal, karena
menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang lingkup materi, jenis/model, dan
karakter alat penilaian. Dalam penilaian hasil belajar, ada emapat kemungkinan
tujuan penelitian, yaitu untuk memperbaiki kinerja tau proses pembelajaran
(formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk
mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran
(diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peseta didik sesuai dengan
kemampuannya (penempatan).
b) Mengidentifikasi Hasil
Belajar
Kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik dianggap kompeten apabila dia
memiliki pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai untuk melakukan sesuatu
setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis kompetensi,
semua jenis kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan oleh tim pengembang
kurikulum, seperti standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, dan
indikator. Guru tinggal mengidentifikasi kompetensi mana yang akan dinilai.
c) Menyusun Kisi-Kisi
Menyusun kisi-kisi dimaksudkan
agar materi penilaian betul-betul representatif dan relevan dengan materi
pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika materi
penilaian tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan
berakibat hasil penilaian itu kurang baik. Begitu juga jika materi penilaian
terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama.
Untuk melihat apakah materi penilaian relevan dengan materi pelajaran atau
apakah penilaian terlalu banyak atau kurang, guru harus menyusun kisi-kisi.
Kisi-kisi adalah
format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik
atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi
adalah sebagai pedoman untuk menulis sosal atau merakit soal menjadi perangkat
test. Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi soal disusun berdasarkan
silabus setiap mata pelajaran. Jadi guru, harus melakukan analisis silabus
terlebih dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal. Perhatikan langkah-langkah
berikut ini:
ANALISIS SILABUS
|
MENYUSUN PEDOMAN PENSEKORAN
|
MEMBUAT KUNCI JAWABAN
|
MENYUSUN LEMBAR JAWABAN
|
MEMBUAT SOAL
|
MENYUSUN KISI-KISI
|
Sebenarnya format kisi-kisi tidak ada
yang baku, kerena itu banyak model format yang dikembangkan para pakar
evaluasi. Namun, sekedar untuk memperoleh gambaran, format kisi-kisi soal dapat
dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen
matriks. Komponen identitas ditulis dibagian atas matriks, sedangkan komponen
matriks dibuat dalam bentuk kolom yang sesuai. Komponen identitas meliputi
jenis/jenjang sekolah, jurusan/program, mata pelajaran, tahun ajaran/smt,
kurikulum acuan, alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal.
Komponen matriks terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang
kemampuan, indikator, dan nomor urut soal. Contoh:
No
|
Kompetensi
Dasar
|
Hasil
Belajar
|
Indikator
|
Jenjang Kemampuan
|
Bentuk Soal
|
Nomor Soal
|
Manfaat adanya indikator yaitu:
1) Guru dapat memilih
materi, metode, media, dan sumber belajar yang tepat, sesuai dengan kompetensi
yang telah ditetapkan.
2) Sebagai pedoman dan
pegangan bagi guru untuk menyusun soal atau instrumen atau penilaian lain yang
tepat, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan. Untuk mengukur pencapaian target dalam indikator, sebaiknya disusun
butir soal dalam format khusus.
Selain format
kisi-kisi di atas, ada juga format kisi-kisi terurai, dalam hal ini setiap
tingkah kesukaran soal harus ditetapkan jumlah soal yang termasuk sukar,
sedang, dan mudah. Adapun besar-kecilnya jumlah soal untuk tiap-tiap tingkat
kesukaran tidak ada yang mutlak. Biasanya, jumlah soal sedang lebih banyak
daripada jumlah soal mudah dan sukar,sedangkan jumlah soal mudah dan soal sukar
sama banyaknya.
d) Mengembangkan draf
instrumen
Mengembangkan draf
instrumen penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam prosedur
penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun nontes,
dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penilaian sosial adalah
penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai
dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta
menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun bentuk
jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara
keseluruhan. Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi,
jika perlu didiskusikan kembali dengan tim penelaah soal, baik dari ahli
bahasa, ahli bidang studi, ahli kurikulum, dan ahli evaluasi.
Dalam bentuk notes,
guru dapat membuat angket, pedoman observasi, pedoman wawncara, studi
dokumentasi, skala sikap, penilaian bakat, minat, dan sebagainya.
e) Uji coba dan analisis
soal
Jika semua soal sudah
disusun dengan baik, maka perlu di uji cobakan terlebih dahulu dilapangan.
Tujuannya untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan
dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan
selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberapa kali uji
coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Analisis
empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang
diginakan. Dalam melaksanakan uji coba soal, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, anatara lain:
1. Ruangan tempatnya tes
hendaknya diusahakan seterang mungkin, jika perlu dibuat papan pengumuman
diluar agar orang lain tahu bahwa ada tes yang sedang berlangsung.
2. Perlu disusun tata
tertib pelksanaan tes, baik yang berkenaan dengan peserta didik itu sendiri,
guru, pengawas, maupun teknis pelksanaan tes.
3. Para pengawas tes
harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak mengganggu suasana
tes. Peserta didik yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruang tes.
4. Waktu yang digunakan
harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan sehingga peserta didik dapat
bekerja dengan baik. Kecepatan waktu sangat mempengaruhi nilai kelompok dan
cara-cara dalam mengusahakan supaya kelompok tetap bekerja sebagai suatu
kesatuan.
5. Peserta didik harus
benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari penguji. Sikap
ini harus tetap dipelihara meskipun diberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengajukan pertanyaan apabila ada soal yang tidak dimengerti atau kurang
jelas. Tanggung jawab penguji dalam hal ini adalah memberikan petunjuk dengan
sikap yang bersifat lugas, jujur, adil dan jelas. Namun, antara penguji dan
peserta didik hendaknya dapat menciptakan suasana yang kondusif.
6. Hasil uji coba
hendaknya di olah, dianalisis, dan di administrasikan dengan baik sehingga
dapat diketahui soal-soal mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki
kembali.
f) Revisi dan merakit
soal (instrumen baru)
Setelah soal diuji
coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran
soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki
dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut
pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang
harus dibuang atau disisihkan. Berdaarkan hasil revisi soal ini, barulah
dilakukan perkaitan soal menjadi suatu instrumen yang terpadu. Untuk itu, semua
hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal,
pengelompokan bentuk soal,penataan soal, dan sebagainya haruslah diperhatikan.
B. Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi
artinya bagaimana cara melaksanakan sautu evaluasi sesuai dengan perencanaan
evaluasi. Dalam perencanaan evaluasi telah disinggung semua hal yang berkaitan
dengan evaluasi. Artinya, tujuan evaluasi, model dan jenis evaluasi, objek
evaluasi, inastrumen evaluasi, sumber data, semuanya sudah dipersiapkan pada
instrumen evaluasi, sumber data, semuanya sudah dipersiapkan pada tahap
perencanaan evaluasi. Pelaksanaan evaluasi sangat bergantung pada jenis
evaluasi yang digunakan. Jenis evaluasi yang digunakan akan mempengaruhi
seorang evaluator dalam menentukan prosedur, metode, instrumen, waktu
pelaksanaan penilaian hasil belajar, guru dapat menggunakan tes (tes tertulis,
tes lisan, dan tes perbuatan) maupun notes (angket, observasi, wawancara, studi
dokumentasi, skala sikap, dan sebagainya). Perbandingan alokasi waktu dengan
jumlah soal harus sesuai dengan proposional. Begitu juga tempat duduk peserta
didik harus direnggangkan satu dengan yang lainnya untuk menghindari peserta
didik saling menyontek. Pengawas boleh berjalan-jalam, tetapi tidak boleh mengganggu
suasana ujian.
Pembagian soal
hendaknya dilakukan secara terbaik agar peserta didik tidak ada yang lebih
dahulu membaca. Semua ini harus diatur sedemikian rupa agar pelaksanaan tes
tertulis dapat berjalan dengan baik, tertib dan lancer. Pada prinsipnya
ketentuan-ketentuan di atas tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan tes
perbuatan, hanya dalam tes perbuatan terkadang diperlukan alat bantu khusus,
misalnya untuk lompat jauh dibutuhkan meteran, untuk tes renang dibutuhkan
kolam renang, untuk tes praktik shalat dibutuhkan tempat shlata (mushalla), dan
sebagainya. Untuk itu, dalam pelaksanaan tes pebuatan diperlukan tempat tes
yang terbuka dan suasanya bebas.
Pelaksanaan nontes
dimaksudkan untuk mengetahui perubahan sikap dan tingkah laku peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran, pendapat peserta didik terhadap kegiatan
pembelajaran, kesulitan belajar, minat belajar, motivasi belajar dan mengajar,
dan sebagainya. Realitas menunjukkan bahwa tidak adapun satu teknik dan bentuk
evaluasi yang dapat mengumpulkan data tentang keefektifan pembelajaran,
prestasi dan kemajuan belajar peserta didik secara sempurna. Pengukuran tunggal
tidak cukup untuk memeberikan gambaran atau informasi tentang keefektifan
pembelajaran dan tingkat penguasaan kompetensi (pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai-nilai) peserta didik. Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah untuk
mengumpulkan data dan informasi mengenai keseluruhan aspek kepribadian dan
prestasi belajar peserta didik yang meliputi:
1. Data pribadi (personal)
peserta didik, seperti nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, golongan
darah, alamat, dan lain-lain.
2. Data tentang kesehatan
peserta didik, seperti penglihatan, pendengaran, penyakit yang sring di derita,
dan kondisi fisik.
3. Data tentang prestasi
belajar (achievement) peserta didik di sekolah.
4. Data tentang sikap
(attitude) peserta didik, seperti sikap terhadap sesame teman sebaya, sikap
terhadap kegiatan pembelajaran, sikap terhadap guru dan kepala sekolah, dan
sikap terhadap lingkungan social.
5. Data tentang bakat
(aptitude) peserta didik, seperti ada tidaknya bakat di bidang olahraga,
keterampilan mekanis, manajemen, kesenian, dan keguruan.
6. Persoalan penyesuaian
(adjustment), seperti kegiatan anak dalam organisasi disekolah, forum ilmiah,
olahraga, dan kepanduan.
7. Data tentang minat
(interest) peserta didik.
8. Data tentang rencana
masa depan peserta didik yang dibantu oleh guru dan orang tua sesuai dengan
kesangguapan anak.
9. Data tentang latar
belakang keluarga peserta didik, seperti pekerjaan orang tua, penghasilan tetap
tiap bulan, kondisi lingkungan, serta hubungan peserta didik dengan orang tua
dan saudara-saudaranya.
Dari jenis-jenis di
atas jelas kiranya bahwa banyak data yang harus dikumpulkan dari lapangan
melalui kegiatan evaluasi. Ada kecenderungan pelaksanaan evaluasi selama ini
kurang begitu memuaskan (terutama) bagi peserta didik. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai segi, antara lain:
1. Proses dan hasil
evaluasi kurang member keuntungan pada peserta didik, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
2. Penggunaan teknik dan
prosedur evaluasi yang kurang tepat berdasarkan apa yang sudah dipelajari
peserta didik.
3. Prinsip-prinsip umum
evaluasi kurang dipertimbangkan dan pemberian skor cenderung tidak adil.
4. Cakupan evaluasi
kurang memperhatikan aspek-aspek penting dari pembelajaran.
Jika semua data sudah
dikumpulkan, maka data itu harus diseleksi dengan teliti sehingga dapat
diperoleh data yang baik dan benar. Namun tidak semua data yang diperoleh pasti
mempunyai kesalahan, jika guru sendiri yang melaksanakan evaluasi itu, tentu
guru akan lebih berhati-hati dalam memilih dan menggunakan teknik dan
instrument evaluasi.
1. Kesalahan-kesalahan
yang mungkin ditimbulkan karena kurang sempurnanya instrument evaluasi.
Misalnya, pada data yang berupa hasil-hasil observasi, mungkin
2. Kesalahan-kesalahan
yang mungkin ditimbulkan oleh kurang sempurnanya prosedur pelaksanaan evaluasi
yang dilakukan. Misalnya, pada data yang berupa skor tes, mungkin pada waktu
pelaksanaan tes tersebut terjadi peristiwa-peristiwa yang berlawanan dengan kelaziman-kelaziman
yang biasa, pengawasan kurang ketat, kondisi tempat tes kurang nyaman, cahaya
kurang terang, dan sebagainya.
3. Kesalahan yang mungkin
ditimbulkan oleh kurang sempurnanya cara pencatatan hasil evaluasi. Misalnya,
pada data yang berupa skor tes kemungkinan kita sudah menjumlahkan skor yang
dicapai peserta didik. Prosedur verifikasinya adalah meneliti kembali
pencatatan skor yang telah dilakukan, seperti ada tidaknya kekeliruan pada
waktu mencatat hasil evaluasi, ada tidaknya kekeliruan dalam pemberian skor dan
ada tidaknya kekeliruan dalam menjumlahkan skor tiap peserta didik.
C. Monitoring Pelaksanaan
Evaluasi
Langkah ini dilakukan
untuk melihat apakah pelaksanaan evaluasi pembelajaran telah sesuai dengan
perencanaan evaluasi yang telah ditetapkan atau belum. Tujuannya adalah untuk
mencegah hal-hal yang negatife dan meningkatkan efesiensi pelaksanaan evaluasi.
Monitoring mempunyai dua fungsi pokok. Pertama, untuk melihat relevansi
pelaksanaan evaluasi dengan perencanaan evaluasi. Kedua, untuk melihat hal-hal
apa yang terjadi selama pelaksanaan evaluasi.
Jika dalam pelaksanaan
evaluasi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka evaluator harus
mencatat,melaporkan, dan menganalisis factor-faktor penyebabnya. Dalam
pelaksanaan penilaian hasil belajar sering terjadi peserta didik menyontek
jawaban dari temannya, peserta didik mendapat bocoran jawaban soal, ada juga
peserta didik yang tiba-tiba sakit ketika mengerjakan soal, dan sebagainya.
Disinilah pentingnya monitoring pelaksanaan evaluasi.
Untuk melaksanakan
monitoring, evaluator dapat menggunakan beberapa teknik, seperti observasi
partisipatif, wawancara (bebas atau terstruktur), atau studi dokumentasi. Untuk
itu, evaluator harus membuat perencanaan monitoring sehingga dapat dirumuskan
tujuan, sasaran, data yang diperlukan, alat yang digunakan, dan pedoman
analisis hasil monitoring. Data yang diperoleh dari hasil monitoring haru cepat
dianalisis monitoring ini dapat dijadikan landasan dan acuan untuk memperbaiki
pelaksanaan evaluasi selanjutnya dengan harapan akan lebih baik dari pada
sebelumnya.
D. Pengolahan Data
Setelah semua data
dikumpulkan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, maka
selanjutnya dilakukan pengolahan data. Data hasil evaluasi, ada yang berbentuk
kualitatif, ada juga yang berbentuk kuantitatif.Kemudian kita buat tabel atau
daftar, dari tabel atau daftar distribusi frekuensi, dapat kita hitung
presentase, rata-rata kelompok, nilai median, modus, peringkat, dan sebagainya
sesuai dengan kebutuhan. Pengolahan data tersebut akan memberikan nilai kepada
peserta didik berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya. Dalam pengolahan data
biasanya sering menggunakan analisis statistik. Analisis statistik digunakan
jika ada data kuantitatif, sedangkan untuk data kualitatif tidak dapat diolah
dengan statistik. Jika data kualitatif akan diolah dengan statistik, maka data
tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi data kuantitatif (kuantifikasi
data). Dan tidak semua data kualitatif dapat diubah menjadi data kuantitatif, sehingga
tidak dapat diolah dengan statistik. Ada empat langkah pokok dalam mengolah
hasil penilaian, yaitu:
1. Menskor, yaitu
memberikan skor pada hasil evaluasi yang dapat dicapai oleh peserta didik.
Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan tiga jenis alat bantu, yaitu
kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah
menjadi skor standar seasuai dengan norma tertentu.
3. Mengkonvesikan skor
standar ke dalam nilai, baik berupa huruf atau angka.
4. Melakukan analisis
soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas
soal, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda (seperti dalam pilihan ganda).
Jika data yang diolah
sudah dengan aturan, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data itu sehingga
memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan
dari pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data dengan
sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Memberikan interpretasi
maksudnya adalah pembuatan pernyataan mengenai hasil pengolahan data.
Interpretasi terhadap sesuatu hasil evaluasi didasarkan atas kriteria tertentu
yang disebut norma. Norma dapat ditetapkan lebih dulu secara rasional dan
sistematis sebelum kegiatan evaluasi dilaksanakan.
Dalam kegiatan pembelajaran,
biasanya kriteria bersumber pada tujuan setiap mata pelajaran (standar
kompetensi dan kompetensi dasar). Ada dua jenis penafsiran data, yaitu
penafsiran kelompok dan penafsiran individual :
1. Penafsiran kelompok,
yakni penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok
berdasarkan data hsil evaluasi, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok,
sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan
distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk
melakukan penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu
kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan antar kelompok.
2. Penafsiran
individual, yani penafsiran hanya dilakukan perseorangan. Tujuan utamanya untuk
melihat tingkat kesiapan peserta didik, pertumbuhan fisik, kemajuan belajar,
dan kesulitan yang dihadapinya.
E. Pelaporan Hasil
Evaluasi
Pelaporan hasil
evaluasi harus diberikan kepada pihak yang berkepentingan, seperti wali murid,
kepala sekolah, pengawas, dan pemerintah. Maksudanya, agar proses pembelajaran,
termasuk proses dan hasil belajar yang dicapai peserta didik serta
perkembangannya dapat diketahui oleh berbagai pihak, sehingga orang tua wali
dapat menentukan sikap objektif terhadap perkembangannya.
Laporan hasil belajar
peserta didik merupakan sarana komunikasi antara sekolah, peserta didik, dan
orang tua dalam upaya mengembangkan dan menjaga hubungan kerja sama yang
harmonis diantara mereka. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Konsisten dengan
pelaksanaan penilaian di sekolah.
2. Memuat perincian hasil
belajar peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan dikaitkan
dengan penilain yang bermanfaat bagi pengembangan peserta didik.
3. Menjamin orang tua
akan informasi permasalahan peserta didik dalam belajar.
4. Mengandung berbagai
cara dan strategi komunikasi.
5. Memberikan informasi
yang benar dan jelas.
Laporan kemajuan
belajar peserta didik yang selama ini dilakukan oleh pihak sekolah cenderung
hanya bersifat kuantitatif, sehingga kurang dapat dipahami maknanya. Oleh
karena itu, laporan kemajuan peserta didik harus disajikan secara sederhana,
mudah dibaca dan difahami, komunikatif dan menampilkan profil atau tingkat
kemajuan siswa, sehingga peran serta masyarakat dan orang tua dlam dunia
pendidikan semakin meningkat. Peserta didikpun dapat menganalisa kekurangan dan
kelebihannya. Hanya sekedar gambaran, isi laporan hendaknya memuat
hal-hal, seperti profil belajar peserta didik di sekolah (akademik, fisik,
sosial, dan emosional), peran serta peserta didik dalam kegiatan sekolah
(aktif, cukup, kurang, atau tidak aktif), kemajuan hasil belajar belajar
peserta didik dalam kurun waktu tertentu (meningkat, biasa saja, atau bahkan menurun),
imbauan terhadap orang tua. Laporan kemajuan siswa dapat dikelompokan menjadi
dua jenis yaitu, laporan prestasi dlam mata pelajaran dan laporan pencapaian.
1. Laporan Prestasi Mata
Pelajaran
Laporan ini berisi
tentang pencapaian kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Prestasi belajar peserta didik dalam mata pelajaran di laporkan dalam bentuk
angka. Laporan hasil belajar hendaknya informasi menyajikan prestasi belajar
peserta didik dalam menguasai kompetensi mata pelajaran tertentu dan tingkat
penguasaannya. Dan orang tuapun dapat membaca catatan guru tentang pencapaian
kompetensi tertentu sebagai masukan kepada peserta didik dan orang tua untuk
membantu meningkatkan kinerrjanya.
Contoh :
FORMAT LAPORAN
PRESTASI PESERTA DIDIK DALAM MATA PELAJARAN
No.
|
Kemampuan Dasar
|
Nilai
|
Deskripsi Pencapaian
|
||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
|||
Catatan kompetensi (contoh):
1. Peserta didik
menunjukkan kemahiran di dalam .... tetapi memerlukan bantuan dalam hal .....
2. Secara umum peserta
didik telah berhasil menguasai ..... dari ..... kompetensi.
|
Dengan demikian, isi
laporan berisi gabungan antara angka (kuantitatif) dengan deskriptif
(kualitatif).
2. Laporan
Pencapaian
Merupaka laporan yang
menggambarkan kualitas pribadi peserta didik sebagai internalisasi dan
kristalisasi setelah peserta didik belajar melalui berbagai kegiatan, baik
intra, ekstra maupun kurikuler dalam waktu tertentu. Dalam KBK, hasil belajar
peserta didik dibandingkan dengan kemampuan sebelum dan sesudah kegiatan
belajar pembelajaran berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dalam
kurikulum.tingkat pencapaian hasil belajar yang ditetapkan dalam kurikulum
terbagi menjadi delapan level atau tingkatan yang diperinci dalam perumusan
kemampuan diri yang paling dasar secara bertahap gradasinya mencapai tingkat
yang paling tinggi. Delapan tingkatan ini tidak sama dengan tingkat kelas dalam
satuan pendidikan. Di samping itu, tingkat pencapaian hasil belajar peserta
didik tidak selalu sama dengan peserta didik yang lain untuk setiap mata
pelajaran. Kesetaraan antara tingkat pencapaian hasil belajar dan prestasi
belajar peserta normal di gambarkan sebagai berikut :
Tingkatan (Level)
|
Pada Umumnya dicapai anak di kelas
|
0
|
0 (TK atau Pradasar)
|
1
|
1 – 2
|
2
|
3 – 4
|
3
|
5 – 6
|
4
|
7 – 8
|
4a
|
9
|
5
|
10
|
6
|
11 – 12
|
Berikut contoh format
tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik untuk beberapa mata pelajaran.
Laporan Pencapaian
Hasil Belajar
Nama :
Kelas :
Semester :
Mata Pelajaran
|
Level
|
keteangan
|
|||||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
4a
|
5
|
6
|
||
1. Bahasa Arab
|
|||||||||
2. Bahasa Indonesia
|
|||||||||
3. Ilmu Fiqih
|
|||||||||
4. Qur’an- Hadits
|
|||||||||
5. Dst.
|
Catatan:
Penetapan tingkat
pencapaian peserta didik dalam rentang skala 0 – 6 berdasarkan penilaian hasil
belajar siswa dibandingkan dengan kriteria yang elah di tetapkan dala buku
kurikulum dan hasil belajar. Perincian tingkat kompetensi tiap mata pelajaran
juga dapatt dilihat pada buku kurikulum dan hasil belajar rumpun pelajaran.
F. Penggunaan Hasil
Evaluasi
Tahap akhir dari
prosedur evaluasi adalah penggunaan atau pemanfaatan hasil evaluasi. Salah satu
penggunaannya adalah laporan. Laporan dimaksudkan untuk memberikan feedback kepada
semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Remmer (1967)
mengatakan :”we discuss here the use of test result to help students understand
them selves better, explain pupil growth and development to parents and assist
the teacher in planning instruction”. Dengan demikian, hasil evaluasi dapat
digunakan untuk membantu pemahaman peserta didik menjadi lebih baik,
menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik kepada orang tua, dan
membantu guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran.
sehubungan
dengan hal tersebut, Julian C. Stanley dalam Dimyati dan Mudjiono (1994)
mengemukakan:”apa yang harus dilakuakan terhadap hasil evaluasi yang kita
peroleh bergantung pada tujuan program. Evaluasi itu sendiri yang tentunya
sudah dirumusakn sebelumnya. Berdasarkan penjelsan tersebut, maka dapat
dikemukakan beberapa jenis penggunaan hasil evaluasi sebagai berikut:
1. Untuk keperluan
laporan pertanggung jawaban
2. Untuk keperluan
seleksi
3. Untuk keperluan
promosi
4. Untuk keperluan
diagnosis
5. Untuk keprluan
memprediksi masa depan peserta didik.
G. Prinsip dan Prosedur
Penilaian
Mengingat pentingnya
penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan
melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur
penilaian sebagai berikut:
1. Dalam menilai hasil
belajar, hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus
dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian.
2. Penilaian hasil
belajar hendaknya menjadi bagia integral dari proses belajra-mengajar. Artinya,
penilaian senantiasa dilaksanakan pada tiap saat proses belajar-mengajar
sehingga pelaksanaannya berkesinambungan.
3. Agar diperoleh hasil
belajar yang obyektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemampuan
siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian
dan sifatnya komprehensif (mencakup berbagai ranah, sepesrti kognitif, afektif,
dan psikomotorik).
4. Penilaian hasil
belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat
bermanfaat bagi guru maupun bagi siapapun.[1]
Prosedur adalah langkah-langkah
teratur dan tertib yang harus ditempuh seorang evaluator pada waktu melakukan
evaluasi kurikulum. Adapun beberapa prosedur evaluasi kualitatif dan
kuantitatif sebagai berikut:
1. Prosedur Evaluasi
Kuantitatif
Kaedah evaluasi
mengatakan bahwasannya evaluasi harus berkaitan dengan pengembangan kurikulum
yang terjadi. Prosedur untuk evaluasi kuantitatif yakni sebagai berikut :
a. Penentuan masalah atau
pertanyaan evaluasi
b. Penentuan variabel,
jenis data dan sumber data
c. Penentuan metodologi
d. Pengembangan instrumen
e. Penentuan proses
pengumpulan data
f. Penentuan proses
pengolahan data
2. Prosedur Evaluasi
Kualitatif
Ada tiga hal pokok
yang harus dilakukan evaluator ketika melakukan evaluasi kurikulum dengan
menggunakan prosedur sebagai berikut:
a. Menentukan fokus
evaluasi
b. Perumusan masalah dan
pengumpulan data
c. Proses pengolahan data
KESIMPULAN
Kalau kita perhatikan
kenyataan dalam dunia pendidikan akan kita ketahui, bahwa dalam setiap jenis
pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertntu selama suatu periode
pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi: artinya pada waktu-waktu tertentu
selama suatu periode pendidikan tadi selalu mengadakan penelitian terhadap
hasil yang telah dicapai baik oleh pihak pendidik maupun oleh pihak terdidik
hingga waktu tertentu.
Seperti telah
disebutkan diatas gejala macam ini terdapat dalam setiap pendidikan atau bentuk
pendidikan. Baik pendidikan itu terjadi dalam lingkungan rumah tangga, maupun
pendidikan itu terjadi dalam lingkungan sekolah ataupun lingkungan pendidikan
yang lain, selalu akan kita jumpai gejala ini ialah bahwa orang mengadakan
penilaian terhadap hasil usaha yang telah dilakukannya dalam jangka waktu
tertentu.
Secara sepintas lalu
telah disambungkan di atas bahwa dalam pendidikan orang mengadakan evaluasi
memenuhi dua tujuan yaitu :
1. Untuk mengetahui
kemajuan anak, atau orang yang dididik setalah si terdidik tadi menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan
2. Untuk mengetahui
tingkat effisiensi metode-metode pendidikan yang diperguanakan pendidikan
selama jangka waktu tertentu tadi.
Mudah dipahami bahwa
kedua jenis pengetahuan tadi mempunyai arti yang penting dalam setiap proses
pendidikan. Pengetahuan mengenai kemajuan anak mempunyai bermacam-macam
kegunaan. Pertama-tama : dengan pengetahuan itu kita dapat mengetahui keduduk
atau anak tadi dalam kelompoknya, dengan pengetahuan itu kita dapat
memperkirakan, apakah seorang anak dalam kelompoknya dapat dimasukan kedalam
golongan anak yang biasa atau normal, ataukah ia termasuk ke dalam golongan
anak yang lambat majunya (below-average) atau cepat majunya (above-average) dan
dengan pengetahuan ini selanjutnya kita dapat mengadakan perencanaan yang
realistis mengenai masa depan anak didik. Ini merupakan suatu hal yang penting,
oleh karena itu sukses anak sebagai seorang anggota masyarakat kelak dan juga
kebahagiaannya sebagai orang dewasa kelak untuk sebagian turut ditentukan oleh
ada atau tidak adanya perencanaan masa depan yang realistis ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar