Banyak kegiatan belajar atau hasil belajar yang tidak
dapat diukur dengan tes karena keterbatasan atau kelemahan jenis tes itu
sendiri. Untuk itu, para ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan beberapa
teknik nontes. Hal ini dimaksudkan untuk melengkapi tujuan evaluasi itu sendiri
dan prinsip evaluasi yang menekankan kepada hasil belajar yang komprehensif.
Mengingat hasil belajar itu sangat kompleks terutama yang termasuk dalam domain
afektif, tentunya menuntut berbagai teknik non-tes yang beragam. Artinya,
setiap teknik evaluasi hanya cocok untuk jenis hasil belajar tertentu saja.
Dalam kegiatan belajar 2 ini akan dikemukakan beberapa teknik non-tes yang
dapat Anda pergunakan dalam menilai proses dan hasil belajar peserta didik,
diantaranya daftar cek, skala penilaian, angket, studi kasus, catatan
insidental, sosiometri dan inventori. Di samping itu, akan dikemukakan juga
teknik pemberian penghargaan kepada peserta didik. Hal ini dianggap penting
karena banyak respon dan tindakan positif dari peserta didik yang timbul
sebagai akibat tindakan belajar tetapi kurang mendapat perhatian dan tanggapan
yang serius dari guru. Seharusnya, Anda memberikan penghargaan kepada setiap
tindakan positif dari peserta didik dalam berbagai bentuk, baik secara langsung
maupun tidak langsung sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar.
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 2 ini, Anda
diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian daftar cek.
2. Menyebutkan kelemahan skala penilaian.
3. Membedakan antara angket dengan wawancara.
4. Menyebutkan jenis angket berstruktur.
5. Menyebutkan alat pengumpul data dalam
studi kasus.
6. Menjelaskan pengertian catatan insidental.
7. Menjelaskan pengertian sosiometri.
8. Menyebutkan aspek-aspek kepribadian yang
dapat dinilai melalui inventori.
9. Menjelaskan tentang pemberian penghargaan.
10.Menyebutkan dua teknik yang dapat
digunakan guru dalam pemberian penghargaan.
A.
Daftar Cek (check list)
Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi
subjek dan aspek-aspek yang akan diamati. Daftar cek dapat memungkinkan Anda
mencatat tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap penting.
Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek,
kemudian Anda sebagai observer tinggal memberikan tanda cek (V) pada tiap-tiap
aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya. Daftar cek banyak manfaatnya,
antara lain (1) dapat membantu guru untuk mengingat-ingat apa yang harus diamati
(2) dan dapat memberikan informasi kepada stakeholder. Namun demikian,
Anda tetap harus waspada kemungkinan perilaku penting yang belum tercakup di
dalam daftar cek, karena itu Anda jangan terlalu kaku dengan apa yang sudah
tertulis pada daftar cek tersebut.
Contoh 1 :
1. Daftar cek tentang
keaktifan peserta didik dalam diskusi kelompok pada matapelajaran
Qur’an-Hadits.
No.
|
Nama siswa
|
SB
|
B
|
C
|
K
|
SK
|
01.
02.
03.
|
Nano
Waryono
Elin
|
V
|
V
|
V
|
|
|
Keterangan : SB = sangat baik B =
baik C = cukup K = kurang
SK = sangat kurang
2.
Daftar cek tentang kebiasaan belajar
Nama
:………………….. Kelas :………………………..
Umur :………………….. Madrasah :……………………….
No.
|
Aspek-
aspek yang dinilai
|
Tgl. observasi
|
||||
1/9
|
2/9
|
3/9
|
4/9
|
dst
|
||
01.
02.
03.
04.
05.
06.
|
Berdiskusi
Membuat rangkuman
Latihan
Belajar sendiri
Belajar kelompok
Tanya-jawab
|
|
|
|
|
|
B. Skala Penilaian (rating scale)
Dalam daftar cek, Anda
hanya dapat mencatat ada-tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan
dalam skala penilaian fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam
tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak
ada atau tidaknya variabel tertentu, tetapi lebih jauh mengukur bagaimana
intensitas gejala yang ingin diukur. Pencatatan melalui daftar cek termasuk
pencatatan yang kasar. Fenomena-fenomena hanya dicatat ada atau tidak ada. Hal
ini agak kurang realistik. Perilaku manusia, baik yang berwujud sikap jiwa,
aktifitas, maupun prestasi belajar timbul dalam tingkat-tingkat tertentu. Oleh
karena itu, untuk mengukur hal-hal tersebut ada baiknya digunakan skala
penilaian.
Namun demikian, skala
penilaian juga mempunyai kelemahan. Menurut Zainal Arifin (2011) kelemahan
skala penilaian adalah “ada kemungkinan halo effects, generosity effects,
dan cary-over effects”.
1.
Ada kemungkinan terjadinya halo effects, yaitu kelemahan yang akan
timbul jika dalam pencatatan observasi terpikat oleh kesan-kesan umum yang baik
pada peserta didik sementara ia tidak menyelidiki kesan-kesan umum itu.
Misalnya, seorang guru terkesan oleh sopan santun dari peserta didik, sehingga
memberikan nilai yang tinggi pada segi-segi yang lain, padahal mungkin peserta
didik tersebut tidak demikian adanya. Bisa juga guru terkesan dengan model
berpakaian atau penampilan umum peserta didik. Begitu juga sebaliknya, seorang
guru mungkin memberikan nilai yang rendah, karena peserta didik kurang sopan
dan tidak berpakaian rapih.
2.
Generosity effects, yaitu kelemahan yang akan muncul bila ada keinginan untuk
berbuat baik. Misalnya, seorang guru dalam keadaan ragu-ragu, maka ia cenderung
akan memberikan nilai yang tinggi.
3. Carry-over effects, yaitu kelemahan yang
akan muncul jika guru tidak dapat memisahkan satu fenomena dengan fenomena yang
lain. Jika fenomena yang muncul dinilai baik, maka fenomena yang lain akan
dinilai baik pula.
Contoh :
Nama :
Kelas
:
Umur :
Madrasah
:
Hari :
Tanggal
:
No.
|
Aspek-
aspek yang dinilai
|
Tgl. observasi
|
||||
1/9
|
2/9
|
3/9
|
4/9
|
dst
|
||
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
|
Sopan santun
Tolong-menolong
Bersikap ramah
Mengganggu teman
Pemberani
Pemarah
Egois
Agresif b
|
|
|
|
|
|
C. Angket (quetioner)
Angket termasuk alat
untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, pendapat, dan paham dalam
hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam
implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara dilaksanakan
secara lisan.
Keuntungan angket antara
lain (1) responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan
dengan peneliti atau penilai, dan waktu relatif lama, sehingga objektifitas
dapat terjamin (2) informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya
homogeny (3) dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang
besar yang dijadikan sampel. Sedangkan kelemahannya adalah (1) ada kemungkinan
angket diisi oleh orang lain (2) hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat
saja (3) responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.
Angket terdiri atas
beberapa bentuk, yaitu :
1. Bentuk
angket berstruktur, yaitu angket yang menyediakan beberapa kemungkinan jawaban.
Bentuk angket berstruktur terdiri atas tiga bentuk, yaitu :
a. Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket dimana setiap
pertanyaannya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban.
b. Bentuk jawaban tertutup, tetapi pada alternatif
jawaban terakhir diberikan secara terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab secara bebas.
c. Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan
jawaban dalam bentuk gambar.
2. Bentuk angket tak berstruktur yaitu bentuk angket yang
memberikan jawaban secara terbuka dimana peserta didik secara bebas menjawab
pertanyaan tersebut. Hal ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang situasi, tetapi kurang dapat dinilai secara objektif. Jawabannya tidak
dapat dianalisis secara statistik, sehingga kesimpulannya pun hanya merupakan
pandangan yang bersifat umum.
Untuk
menyusun angket, Anda dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menyusun
kisi-kisi angket.
Contoh
:
No.
|
Masalah
|
Tujuan
|
Indikator
|
Sumber data
|
Nomor angket
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang
diinginkan, berstruktur atau tak berstruktur. Setiap pertanyaan dan jawaban
harus menggambarkan atau mencerminkan data yang diperlukan. Pertanyaan harus
diurutkan, sehingga antara pertanyaan yang satu dengan lainnya ada
kesinambungan.
3. Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab
pertanyaan, sehingga memudahkan peserta didik untuk menjawabnya.
4. Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu
dilaksanakan uji-coba di lapangan, sehingga dapat diketahui
kelemahan-kelemahannya.
5. Angket yang sudah diujicobakan dan terdapat kelemahan
perlu direvisi, baik dilihat dari bahasa, pertanyaannya maupun jawabannya.
6.
Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah peserta didik.
Beberapa
hal yang Anda harus perhatikan dalam menyusun dan menyebarkan angket, yaitu :
1. Setiap pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik
dan benar, jelas, singkat, tepat dan mudah dimengerti oleh peserta didik,
seperti :
a. Hindarkan pertanyaan yang ambiguous.
b. Kata tambahan, seperti “biasanya”, “seringkali”
hendaknya dihindari.
2. Jangan membuat pertanyaan yang mengarahkan pada
jawaban. Misalnya, “kamu tidak menganggap ia anak yang cerdas, bukan ?”
3. Jangan menggunakan dua kata sangkal dalam satu kalimat
pertanyaan. Misalnya, “apakah kamu tidak senang untuk tidak membaca buku pelajaran?”
4. Hindari pertanyaan berlaras dua, seperti : “apakah
kamu senang belajar membaca dan berhitung?”
5. Buatlah pertanyaan yang tepat sasaran. Misalnya,
apakah kamu suka belajar komputer di rumah ? Pertanyaan ini tidak tepat.
Bagaimana jika anak tidak mempunyai komputer ? Untuk itu, perlu dibuat dua
pertanyaan, seperti (1) apakah kamu mempunyai komputer di rumah ? (2) Jika Ya,
apakah kamu senang belajar komputer di rumah ?
6. Jika terdapat angket yang tidak diisi, maka Anda harus
membagikan lagi angket itu kepada peserta didik yang lain sebanyak yang tidak
menjawab (tidak mengembalikan).
7. Dalam menyebarkan angket, hendaknya dilampirkan surat
pengantar angket.
8. Hendaknya jawaban tidak terlalu banyak dan tidak pula
terlalu sedikit.
D. Studi Kasus (case study)
Studi
kasus adalah studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik atau
madrasah yang memiliki kasus tertentu. Misalnya, peserta didik yang sangat
cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal atau kesulitan-kesulitan
dalam belajar. Pengertian mendalam dan komprehensif adalah mengungkap semua
variabel dan aspek-aspek yang melatarbelakanginya, yang diduga menjadi penyebab
timbulnya perilaku atau kasus tersebut dalam kurun waktu tertentu. Untuk itu,
Anda harus menjawab tiga pertanyaan inti dalam studi kasus, yaitu :
1. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi ?
2. Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut
?
3.
Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan ?
Studi
kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini
menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta
didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah
laku peserta didik tersebut. Penekanannya adalah pada diagnosis masalah-masalah
peserta didik dan memberikan rekomendasi untuk mengatasinya. Dalam melakukan
studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber
dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat
yang dapat digunakan adalah depth-interview yaitu melakukan wawancara
secara mendalam. Jenis data yang diperlukan antara lain : latar belakang
kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan
kesehatan, dan sebagainya.
Setelah
data terkumpul, selanjutnya data tersebut diinterpretasikan untuk membuat
diagnosis tentang kasus tersebut dan prognosis yang mungkin dilakukan. Hal ini
menuntut tilikan ke masa lalu dan masa kini, sehingga dapat memudahkan sintesis
aspek-aspek data yang relevan dengan masalah-masalah yang dihadapi masa kini.
Namun demikian, studi kasus tetap mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang secara mendalam dan
komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-lengkapnya.
Sedangkan kekurangannya adalah hasil studi kasus tidak dapat digeneralisasikan,
melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja.
E. Catatan Insidental (anecdotal records)
Catatan
insidental ialah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas
yang dialami peserta didik secara perorangan. Catatan ini merupakan pelengkap
dalam rangka penilaian guru terhadap peserta didiknya, terutama yang berkenaan
dengan tingkah laku peserta didik. Catatan tersebut biasanya berbunyi :
a.
Tanggal 23 Pebruari 2008, Gita menangis sendiri di belakang madrasah, tanpa
sebab
b.Tanggal 05 Maret 2008, Gita mengambil mistar teman
sebangkunya dan tidak mengembalikannya
c.
Tanggal 21 April 2008, Gita berkelahi dengan Galih, karena Gita berkata :
“Galih anak pungut”
d.
Tanggal 14 Mei 2008, Gita berkelahi dengan Gina, karena menuduh Gina mencuri
uang Gita
e.
Dan sebagainya
Catatan insidental semacam ini mungkin belum
berarti apa-apa bagi keperluan penilaian Gita, tetapi setelah dihubungkan
dengan data-data yang lain seringkali memberikan petunjuk yang berguna. Catatan
ini dapat dibuat di buku khusus atau pada kartu-kartu kecil, sehingga
memudahkan dalam penafsirannya.
Contoh :
Kartu Catatan
Insidental
Hari/tanggal/bulan/tahun : Rabu, 21 April
2008
Nama Peserta Didik : Gita
Nama MI/Kelas : MI Negeri II
Palembang/Kelas V.
Nama Observer : Anggi
Tempat Observasi : Di dalam kelas
|
Catatan :
Peristiwa : Gita berkelahi
dengan Galih, karena Gita berkata : Galih anak pungut.
Kesimpula sementara : Gita
membuat orang tidak senang
|
Untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan catatan insidental, Anda perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
1. Tetapkan terlebih dahulu peserta didik yang sangat
memerlukan penyelidikan. Dalam hal apakah penyelidikan itu harus dilakukan.
2. Setiap kegiatan pencatatan suatu peristiwa hendaknya
diambil kesimpulan sementara. Kesimpulan final baru ditentukan setelah
membandingkan beberapa kesimpulan sementara dari beberapa kegiatan pencatatan.
3. Fokus perhatian guru adalah tingkah laku peserta didik
yang dianggap perlu diselidiki itu.
F. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu
prosedur untuk merangkum, menyusun, dan sampai batas tertentu dapat
mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman
sebayanya serta hubungan di antara mereka. Seperti Anda ketahui, di madrasah
banyak peserta didik kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ia
nampak murung, mengasingkan diri, mudah tersinggung atau bahkan over-acting.
Hal ini dapat dilihat ketika mereka sedang istirahat, bermain atau mengerjakan
tugas kelompok. Fenomena tersebut menunjukkan adanya kekurangmampuan peserta
didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kondisi seperti ini perlu
diketahui dan dipelajari olehAnda dan dicarikan upaya untuk memperbaikinya,
karena dapat mengganggu proses belajarnya.
Salah satu cara untuk
mengetahui kemampuan sosial peserta didik adalah sosiometri. Terdapat beberapa
langkah dalam menggunakan sosiometri, yaitu :
1.
Memberikan “petunjuk” atau pertanyaan-pertanyaan, seperti : “tuliskan pada
selembar kertas nama teman-temanmu yang paling baik”, atau “siapa temanmu yang
paling baik di dalam kelas ?” , atau “siapa di antara temanmu yang sering
meminjamkan buku pelajaran kepada teman-teman yang lain”, dan sebagainya.
Usahakan tidak terjadi kompromi untuk saling memilih diantara peserta didik.
2.
Mengumpulkan jawaban yang sejujurnya dari semua peserta didik.
3.
Jawaban-jawaban tersebut dimasukkan ke dalam tabel (lihat contoh).
4.
Pilihan-pilihan yang tertera dalam tabel digambarkan pada sebuah sosiogram.
Tabel 5.1
Jawaban Peserta Didik Tentang Teman Terbaik
Y
|
X
|
||||||||||
A
|
B
|
C
|
|
|
|
|
|
|
J
|
||
D
|
E
|
F
|
G
|
H
|
I
|
||||||
A
|
|
X
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
B
|
|
|
|
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
C
|
|
X
|
|
|
|
|
X
|
|
X
|
|
|
D
|
|
X
|
|
|
X
|
|
|
X
|
|
X
|
|
E
|
|
X
|
|
|
|
X
|
|
|
|
X
|
|
F
|
|
|
X
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
G
|
X
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
H
|
|
|
X
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
I
|
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
J
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
X
|
|
Jumlah
|
1
|
5
|
3
|
0
|
4
|
3
|
2
|
2
|
1
|
3
|
|
G. Inventori Kepribadian
Inventori
kepribadian hampir serupa dengan tes kepribadian. Bedanya, pada inventori,
jawaban peserta didik tidak memakai kriteria benar-salah. Semua jawaban peserta
didik adalah benar selama ia menyatakan yang sesungguhnya. Walaupun demikian,
dipergunakan pula skala-skala tertentu untuk kuantifikasi jawaban, sehingga
dapat dibandingkan dengan kelompoknya. Aspek-aspek kepribadian yang biasanya
dapat diketahui melalui inventori ini, seperti : sikap, minat, sifat-sifat
kepemimpinan, dominasi, dan sebagainya.
Dari sekian
banyak bentuk tes dan nontes yang telah penulis kemukakan di atas, pada
akhirnya Anda harus memilih bentuk-bentuk tersebut sesuai dengan ranah yang
diukur. Misalnya, untuk ranah kognitif, Anda dapat menggunakan bentuk tes
lisan, tes perbuatan, tes tertulis dalam bentuk uraian, bentuk pilihan-ganda,
bentuk benar-salah, bentuk jawaban singkat, dan atau bentuk menjodohkan. Untuk
ranah afektif, Anda dapat menggunakan bentuk skala sikap, observasi, skala
minat, wawancara, laporan pribadi, dan lain-lain. Untuk ranah psikomotor, ada
baiknya kita mengikuti pendapat Gagne (1977), yang mengatakan “ada dua kondisi
yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan, yaitu kondisi internal
dan kondisi eksternal”. Untuk kondisi internal, Anda dapat menggunakan dua
cara, yaitu mengingatkan kembali sub-sub keterampilan yang sudah dipelajari dan
mengingatkan langkah-langkah gerakan yang telah dikuasai. Untuk kondisi
eksternal, Anda dapat menggunakan instruksi verbal, gambar, demonstrasi,
praktik, dan umpan balik.
Dalam
Pedoman Penilaian Depdiknas (2006) dikemukakan bahwa keterkaitan antara ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor dalam penilaian dapat divisualkan pada tabel
berikut ini :
Tabel 5.2
Keterkaitan Ranah
Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Dalam Penilaian
No
|
TINGKATAN
|
Pola Mengajar
|
Cara Penilaian
|
|||||||||||||||
DOMAIN
|
Tradisional
|
Belajar aktif
|
Tulis Objektif
|
Tulis Subjektif
|
Lisan
|
Unjuk Kerja
|
Produk
|
Portofolio
|
Tingkah Laku
|
|||||||||
KOGNITIF
|
||||||||||||||||||
VI.
|
Evaluasi
|
-
|
v
|
-
|
v
|
-
|
v
|
-
|
v
|
v
|
||||||||
V.
|
Sintesis
|
-
|
v
|
-
|
v
|
-
|
v
|
-
|
v
|
v
|
||||||||
IV.
|
Analisis
|
-
|
v
|
-
|
v
|
-
|
v
|
-
|
v
|
v
|
||||||||
III.
|
Aplikasi
|
-
|
v
|
-
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
||||||||
II.
|
Pemahaman
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
||||||||
I.
|
Pengetahuan
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
||||||||
AFEKTIF
|
||||||||||||||||||
V.
|
Karakterisasi
|
-
|
v
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
v
|
-
|
||||||||
IV.
|
Organisasi
|
-
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
-
|
v
|
-
|
||||||||
III.
|
Acuan
Nilai
|
-
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
v
|
v
|
||||||||
II.
|
Responsi
|
v
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
v
|
v
|
||||||||
I.
|
Penerimaan
|
v
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
v
|
v
|
||||||||
PSIKOMOTOR
|
||||||||||||||||||
VI.
|
Gerakan
indah dan kreatif
|
-
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
-
|
-
|
||||||||
V.
|
Gerakan
terampil
|
-
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
-
|
-
|
||||||||
IV.
|
Gerakan
kemampuan fisik
|
-
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
-
|
-
|
||||||||
III.
|
Gerakan
persepsi
|
-
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
v
|
-
|
||||||||
II.
|
Gerakan
dasar
|
v
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
v
|
-
|
||||||||
I.
|
Gerakan
refleks
|
v
|
v
|
-
|
-
|
-
|
v
|
v
|
v
|
v
|
||||||||
Jumlah
|
6
|
17
|
2
|
8
|
3
|
16
|
12
|
14
|
10
|
|||||||||
Persentase
|
35%
|
100%
|
12%
|
47%
|
18%
|
94%
|
71%
|
82%
|
59%
|
|||||||||
H. Teknik Pemberian Penghargaan Kepada Peserta Didik
Dalam
melakukan penilaian, kebanyakan guru-guru di madrasah hanya memberikan nilai
pada akhir pembelajaran. Guru masih belum terbiasa memberikan penghargaan
terhadap tingkah laku peserta didik yang baik. Sebaliknya, guru sering
memberikan komentar negatif atau perlakuan yang kasar terhadap tingkah laku
peserta didik yang salah. Hal ini akan berdampak negatif bagi perkembangan
kepribadian peserta didik itu sendiri. Ibnu Khaldun pernah berkata “barang
siapa mendidik dengan kekerasan dan paksaan, maka peserta didik akan melakukan
suatu perbuatan dengan terpaksa pula, menimbulkan ketidakgairahan jiwa,
lenyapnya aktifitas, menyebabkan peserta didik malas, suka berdusta, dan
berkata buruk (tidak sopan)”. Peserta didik akan menampilkan perbuatan yang
berlainan dengan kata hatinya, karena takut akan kekerasan (hukuman).
Dalam uraian
terdahulu telah dikemukakan, bahwa kegiatan evaluasi bukan hanya dilakukan pada
dimensi hasil tetapi juga dimensi proses. Artinya, Anda harus memberikan
penilaian juga terhadap proses pembelajaran. Salah satu bentuk penilaian proses
adalah pemberian penghargaan (reward) kepada peserta didik, sehingga
dapat tercipta suasana pembelajaran yang kondusif yang pada gilirannya dapat
meningkatkan mutu prestasi belajar secara menyeluruh, baik yang bersifat
akademik maupun non akademik. Ibnu Jama’ah mengemukakan “imbalan atau
penghargaan lebih berpengaruh terhadap pendidikan anakdaripada pemberian sangsi
atau hukuman”. Sanjungan atau pujian guru dapat mendorong peserta didik untuk
meraih keberhasilan dan prestasi yang lebih baik, serta memotivasinya untuk
berkompetisi secara sehat diantara sesama peserta didik.
Depdiknas
(2003) mengemukakan “penghargaan, ganjaran, hadiah, imbalan (reward) merupakan
rangsangan (stimulus) yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
memperkuat suatu respon (tingkah laku) tertentu yang dipandang baik, tepat atau
sesuai dengan norma (kriteria) yang diharapkan”. Menurut teori behavioristik,
pemberian penghargaan dapat memberikan dampak yang positif bagi peserta didik dalam
belajarnya, yaitu (1) menimbulkan respon yang positif, (2) menciptakan
kebiasaan yang relatif kokoh di dalam dirinya, (3) menimbulkan perasaan senang
dalam melakukan suatu pekerjaan, (4) menimbulkan antusiasme, semangat untuk
terus melakukan belajar, dan (5) semakin percaya diri.
Pemberian
penghargaan kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran bertujuan untuk
meningkatkan perhatian, motivasi, semangat, dan kemudahan belajar, serta
memodifikasi tingkah laku peserta didik yang kurang positif menjadi tingkah
laku yang produktif, sehingga peserta didik menjadi aktif dan produktif dalam
belajarnya. Implikasinya adalah guru harus dapat meningkatkan perannya dalam
mengelola kegiatan pembelajaran, antara lain : (1) menciptakan lingkungan
belajar yang merangsang peserta didik untuk belajar, (2) memberikan penguatan (reinforcement)
dalam bentuk penghargaan terhadap tingkah laku peserta didik yang positif,
dan (3) mengembangkan rasa ingin tahu (curiosity) dan kegemaran peserta
didik belajar.
Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar peserta didik dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diantaranya faktor motivasi. Motivasi ada dua jenis,
yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal adalah
motivasi yang timbul dari dalam diri individu, sedangkan motivasi eksternal
adalah motivasi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Pemberian penghargaan dari
guru merupakan motivasi eksternal bagi peserta didik. Hasil penelitian Hurlock
dalam Yelon dan Weinstein (1977) mengemukakan “peserta didik di Sekolah Dasar
menunjukkan penampilan yang sangat baik, ketika mereka diberi puji-pujian.
Sebaliknya, apabila mereka dicaci-maki karena pekerjaannya kurang memadai,
anak-anak itu cenderung menjadi bodoh atau tidak bersemangat lagi belajarnya”.
Sementara itu, Utami Munandar (1999 : 163) menjelaskan “pemberian hadiah untuk
pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik tidak harus berupa materi (intangible),
yang terbaik justru berupa senyuman atau anggukan, kata penghargaan, kesempatan
untuk menampilkan dan mempresentasikan pekerjaan sendiri, dan pekerjaan
tambahan”.
Selanjutnya,
Imam al-Ghazali berpendapat apabila anak memperlihatkan suatukemajuan, akhlak
terpuji atau perbuatan yang baik, seyogyanya guru memuji hasil upaya peserta
didiknya, berterima kasih kepadanya dan mendukungnya dihadapan teman-temannya
guna menaikkan harga dirinya (self-esteem) serta menjadikannya sebagai
model atau teladan yang harus diikuti. Penghargaan yang diberikan kepada
peserta didik hendaknya berkaitan erat dengan kegiatannya. Misalnya,
mendeklamasikan sajak yang dibuat, atau membacakan di depan kelas karangan yang
dibuat dengan baik, sehingga dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan
kreatifitas. Implikasinya dari beberapa hasil penelitian dan pendapat di atas
adalah guru harus menciptakan lingkungan kelas yang kondusif untuk memotivasi
peserta didik melakukan kegiatan belajar yang lebih baik lagi. Tugas-tugas
belajar yang diberikan kepada peserta didik sebaiknya disusun sedemikian rupa,
sehingga para peserta didik merasa senang untuk melakukannya.
Agar
pemberian penghargaan tersebut efektif, maka guru hendaknya menunjukkan sikap
yang ramah, suara yang lembut, bahasa yang santun, kegembiraan atau kepuasan
terhadap prestasi belajar peserta didik. Penghargaan yang diberikan akan
bermakna bila sesuai dengan hasil karya peserta didik. Dengan kata lain, jika
guru memberikan pujian terhadap peserta didik karena hasil kerjanya baik, maka
pujian itu dapat membangkitkan semangat atau motivasi belajar peserta didik,
tetapi jika pujian itu diberikan kepada peserta didik yang hasil kerjanya
kurang baik, maka pujian tersebut dianggap tidak sungguh-sungguh, bahkan secara
tidak langsung pujian itu berarti pelecehan.
Dalam
pemberian penghargaan, ada dua teknik yang dapat digunakan guru, yaitu “verbal
dan nonverbal” (Depdiknas, 2003 : 29).
1. Teknik verbal, yaitu pemberian penghargaan yang berupa pujian,
dukungan, dorongan, atau pengakuan, seperti : kata bagus, benar, betul, tepat,
baik, dan sebagainya. Dapat juga dalam bentuk kalimat, seperti : prestasimu
baik sekali, saya senang dengan hasil pekerjaanmu, penjelasanmu sangat baik,
dan sebagainya.
2. Teknik nonverbal, yaitu pemberian penghargaan melalui :
a. Gestur tubuh : mimik dan gerakan tubuh, seperti : senyuman,
anggukan, acungan ibu jari, dan tepukan tangan.
b. Cara mendekati (proximity), yaitu guru mendekati peserta
didik untuk menunjukkan perhatian atau kesenangannya terhadap pekerjaan atau
penampilan peserta didik
c. Sentuhan (contact),
seperti : menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan, dan mengelus kepala.
Dalam menerapkan
penghargaan dengan sentuhan ini perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: usia
anak, budaya, dan norma agama.
d. Kegiatan yang menyenangkan, yaitu memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan yang disenanginya sebagai
penghargaan atas prestasi belajarnya yang baik. Misalnya, guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menjadi pemimpin paduan suara sebagai
penghargaan atas prestasinya dalam bidang musik.
e. Simbol atau benda, seperti komentar tertulis secara positif
pada buku peserta didik, piagam penghargaan, dan hadiah (alat-alat tulis,
makanan, buku, uang, dan sebagainya).
f. Penghargaan tak penuh (partial), yaitu penghargaan yang
diberikan kepada peserta didik yang memberikan jawaban kurang sempurna atau
sebagian yang benar. Dalam hal ini, guru sebaiknya mengatakan : “ya, jawabanmu
sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan lagi”.
Untuk
mengetahui apakah guru memberikan penghargaan kepada peserta didik atau tidak
dalam proses pembelajaran, maka perlu dilakukan penilaian oleh peserta didik
dengan menggunakan format penilaian tertentu.
Contoh :
DAFTAR CEK PEMBERIAN PENGHARGAAN OLEH GURU
KEPADA PESERTA DIDIK
Petunjuk :
Para siswa
diminta untuk menilai apakah guru memberikan penghargaan atau tidak dalam
proses pembelajaran. Caranya adalah memberikan tanda cek ( V ) pada kolom yang
telah disediakan.
Nama Guru : …………………………………………
Jenis
Kelamin : …………………………………………
Mata
Pelajaran : …………………………………………
Kelas : …………………………………………
No
|
Jenis
Pemberian Penghargaan
|
Dilakukan
|
Tidak
Dilakukan
|
Keterangan
|
01
|
Kata-kata
:
a.
Bagus
|
|
|
|
b.
Baik
|
|
|
|
|
c.
Benar
|
|
|
|
|
d.
Tepat
|
|
|
|
|
e.
Sempurna
|
|
|
|
|
02
|
Kalimat
:
a.
Prestasi kamu baik sekali
|
|
|
|
b.
Saya senang dengan hasil kerja kamu.
|
|
|
|
|
c.
Saya senang kamu masuk kelas tepat waktu
|
|
|
|
|
d.
Penampilan kamu baik sekali hari ini
|
|
|
|
|
e.
Pendapat kamu sangat baik
|
|
|
|
|
03
|
Gerakan
atau Isyarat :
a.
Mengangkat jempol
|
|
|
|
b.
Mengangguk
|
|
|
|
|
c.
Menampilkan mimik muka yang ramah
|
|
|
|
|
d.
Memperhatikan dengan sungguh-sungguh terhadap pertanyaan peserta didik
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar