Jumat, 26 Februari 2016

TEKNIK NON-TES DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN


 Banyak kegiatan belajar atau hasil belajar yang tidak dapat diukur dengan tes karena keterbatasan atau kelemahan jenis tes itu sendiri. Untuk itu, para ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan beberapa teknik nontes. Hal ini dimaksudkan untuk melengkapi tujuan evaluasi itu sendiri dan prinsip evaluasi yang menekankan kepada hasil belajar yang komprehensif. Mengingat hasil belajar itu sangat kompleks terutama yang termasuk dalam domain afektif, tentunya menuntut berbagai teknik non-tes yang beragam. Artinya, setiap teknik evaluasi hanya cocok untuk jenis hasil belajar tertentu saja. Dalam kegiatan belajar 2 ini akan dikemukakan beberapa teknik non-tes yang dapat Anda pergunakan dalam menilai proses dan hasil belajar peserta didik, diantaranya daftar cek, skala penilaian, angket, studi kasus, catatan insidental, sosiometri dan inventori. Di samping itu, akan dikemukakan juga teknik pemberian penghargaan kepada peserta didik. Hal ini dianggap penting karena banyak respon dan tindakan positif dari peserta didik yang timbul sebagai akibat tindakan belajar tetapi kurang mendapat perhatian dan tanggapan yang serius dari guru. Seharusnya, Anda memberikan penghargaan kepada setiap tindakan positif dari peserta didik dalam berbagai bentuk, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar.
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 2 ini, Anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian daftar cek.
2. Menyebutkan kelemahan skala penilaian.
3. Membedakan antara angket dengan wawancara.
4. Menyebutkan jenis angket berstruktur.
5. Menyebutkan alat pengumpul data dalam studi kasus.
6. Menjelaskan pengertian catatan insidental.
7. Menjelaskan pengertian sosiometri.
8. Menyebutkan aspek-aspek kepribadian yang dapat dinilai melalui inventori.
9. Menjelaskan tentang pemberian penghargaan.
10.Menyebutkan dua teknik yang dapat digunakan guru dalam pemberian penghargaan.

A. Daftar Cek (check list)
Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati. Daftar cek dapat memungkinkan Anda mencatat tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap penting. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek, kemudian Anda sebagai observer tinggal memberikan tanda cek (V) pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya. Daftar cek banyak manfaatnya, antara lain (1) dapat membantu guru untuk mengingat-ingat apa yang harus diamati (2) dan dapat memberikan informasi kepada stakeholder. Namun demikian, Anda tetap harus waspada kemungkinan perilaku penting yang belum tercakup di dalam daftar cek, karena itu Anda jangan terlalu kaku dengan apa yang sudah tertulis pada daftar cek tersebut.



Contoh 1 :
1.     Daftar cek tentang keaktifan peserta didik dalam diskusi kelompok pada matapelajaran Qur’an-Hadits.
No.
Nama siswa
SB
B
C
K
SK
01.
02.
03.

Nano
Waryono
Elin
V

V


V




Keterangan :     SB = sangat baik     B  = baik      C = cukup K  = kurang  SK = sangat kurang
2. Daftar cek tentang kebiasaan belajar
Nama :…………………..                     Kelas                     :………………………..
Umur :…………………..                         Madrasah       :……………………….

No.
Aspek-
aspek yang dinilai

Tgl. observasi
1/9
2/9
3/9
4/9
dst
01.
02.
03.
04.
05.
06.
Berdiskusi
Membuat rangkuman
Latihan
Belajar sendiri
Belajar kelompok
Tanya-jawab






B. Skala Penilaian (rating scale)
Dalam daftar cek, Anda hanya dapat mencatat ada-tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam skala penilaian fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variabel tertentu, tetapi lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang ingin diukur. Pencatatan melalui daftar cek termasuk pencatatan yang kasar. Fenomena-fenomena hanya dicatat ada atau tidak ada. Hal ini agak kurang realistik. Perilaku manusia, baik yang berwujud sikap jiwa, aktifitas, maupun prestasi belajar timbul dalam tingkat-tingkat tertentu. Oleh karena itu, untuk mengukur hal-hal tersebut ada baiknya digunakan skala penilaian.
Namun demikian, skala penilaian juga mempunyai kelemahan. Menurut Zainal Arifin (2011) kelemahan skala penilaian adalah “ada kemungkinan halo effects, generosity effects, dan cary-over effects”.
1. Ada kemungkinan terjadinya halo effects, yaitu kelemahan yang akan timbul jika dalam pencatatan observasi terpikat oleh kesan-kesan umum yang baik pada peserta didik sementara ia tidak menyelidiki kesan-kesan umum itu. Misalnya, seorang guru terkesan oleh sopan santun dari peserta didik, sehingga memberikan nilai yang tinggi pada segi-segi yang lain, padahal mungkin peserta didik tersebut tidak demikian adanya. Bisa juga guru terkesan dengan model berpakaian atau penampilan umum peserta didik. Begitu juga sebaliknya, seorang guru mungkin memberikan nilai yang rendah, karena peserta didik kurang sopan dan tidak berpakaian rapih.
2. Generosity effects, yaitu kelemahan yang akan muncul bila ada keinginan untuk berbuat baik. Misalnya, seorang guru dalam keadaan ragu-ragu, maka ia cenderung akan memberikan nilai yang tinggi.

3. Carry-over effects, yaitu kelemahan yang akan muncul jika guru tidak dapat memisahkan satu fenomena dengan fenomena yang lain. Jika fenomena yang muncul dinilai baik, maka fenomena yang lain akan dinilai baik pula.
Contoh :
Nama                      :                                                           Kelas                     :
Umur                       :                                                           Madrasah            :
Hari                    :                                               Tanggal           :

No.
Aspek-
aspek yang dinilai

Tgl. observasi

1/9
2/9
3/9
4/9
dst
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
Sopan santun
Tolong-menolong
Bersikap ramah
Mengganggu teman
Pemberani
Pemarah
Egois
Agresif b







C. Angket (quetioner)
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan.
Keuntungan angket antara lain (1) responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peneliti atau penilai, dan waktu relatif lama, sehingga objektifitas dapat terjamin (2) informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogeny (3) dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel. Sedangkan kelemahannya adalah (1) ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain (2) hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja (3) responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.


Angket terdiri atas beberapa bentuk, yaitu :
1.     Bentuk angket berstruktur, yaitu angket yang menyediakan beberapa kemungkinan jawaban. Bentuk angket berstruktur terdiri atas tiga bentuk, yaitu :
a. Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket dimana setiap pertanyaannya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban.
b. Bentuk jawaban tertutup, tetapi pada alternatif jawaban terakhir diberikan secara terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab secara bebas.
c. Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan jawaban dalam bentuk gambar.
2. Bentuk angket tak berstruktur yaitu bentuk angket yang memberikan jawaban secara terbuka dimana peserta didik secara bebas menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi, tetapi kurang dapat dinilai secara objektif. Jawabannya tidak dapat dianalisis secara statistik, sehingga kesimpulannya pun hanya merupakan pandangan yang bersifat umum.
Untuk menyusun angket, Anda dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1.     Menyusun kisi-kisi angket.
Contoh :
No.
Masalah
Tujuan
Indikator
Sumber data
Nomor angket












2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang diinginkan, berstruktur atau tak berstruktur. Setiap pertanyaan dan jawaban harus menggambarkan atau mencerminkan data yang diperlukan. Pertanyaan harus diurutkan, sehingga antara pertanyaan yang satu dengan lainnya ada kesinambungan.
3. Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaan, sehingga memudahkan peserta didik untuk menjawabnya.
4. Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu dilaksanakan uji-coba di lapangan, sehingga dapat diketahui kelemahan-kelemahannya.
5. Angket yang sudah diujicobakan dan terdapat kelemahan perlu direvisi, baik dilihat dari bahasa, pertanyaannya maupun jawabannya.
6. Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah peserta didik.

Beberapa hal yang Anda harus perhatikan dalam menyusun dan menyebarkan angket, yaitu :
1. Setiap pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, jelas, singkat, tepat dan mudah dimengerti oleh peserta didik, seperti :
a. Hindarkan pertanyaan yang ambiguous.
b. Kata tambahan, seperti “biasanya”, “seringkali” hendaknya dihindari.
2. Jangan membuat pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban. Misalnya, “kamu tidak menganggap ia anak yang cerdas, bukan ?”
3. Jangan menggunakan dua kata sangkal dalam satu kalimat pertanyaan. Misalnya, “apakah kamu tidak senang untuk tidak membaca buku pelajaran?”
4. Hindari pertanyaan berlaras dua, seperti : “apakah kamu senang belajar membaca dan berhitung?”
5. Buatlah pertanyaan yang tepat sasaran. Misalnya, apakah kamu suka belajar komputer di rumah ? Pertanyaan ini tidak tepat. Bagaimana jika anak tidak mempunyai komputer ? Untuk itu, perlu dibuat dua pertanyaan, seperti (1) apakah kamu mempunyai komputer di rumah ? (2) Jika Ya, apakah kamu senang belajar komputer di rumah ?
6. Jika terdapat angket yang tidak diisi, maka Anda harus membagikan lagi angket itu kepada peserta didik yang lain sebanyak yang tidak menjawab (tidak mengembalikan).
7. Dalam menyebarkan angket, hendaknya dilampirkan surat pengantar angket.
8. Hendaknya jawaban tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu sedikit.

D. Studi Kasus (case study)
Studi kasus adalah studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik atau madrasah yang memiliki kasus tertentu. Misalnya, peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal atau kesulitan-kesulitan dalam belajar. Pengertian mendalam dan komprehensif adalah mengungkap semua variabel dan aspek-aspek yang melatarbelakanginya, yang diduga menjadi penyebab timbulnya perilaku atau kasus tersebut dalam kurun waktu tertentu. Untuk itu, Anda harus menjawab tiga pertanyaan inti dalam studi kasus, yaitu :
1. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi ?
2. Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut ?
3. Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan ?
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut. Penekanannya adalah pada diagnosis masalah-masalah peserta didik dan memberikan rekomendasi untuk mengatasinya. Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah depth-interview yaitu melakukan wawancara secara mendalam. Jenis data yang diperlukan antara lain : latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
Setelah data terkumpul, selanjutnya data tersebut diinterpretasikan untuk membuat diagnosis tentang kasus tersebut dan prognosis yang mungkin dilakukan. Hal ini menuntut tilikan ke masa lalu dan masa kini, sehingga dapat memudahkan sintesis aspek-aspek data yang relevan dengan masalah-masalah yang dihadapi masa kini. Namun demikian, studi kasus tetap mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang secara mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-lengkapnya. Sedangkan kekurangannya adalah hasil studi kasus tidak dapat digeneralisasikan, melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja.

E. Catatan Insidental (anecdotal records)
Catatan insidental ialah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang dialami peserta didik secara perorangan. Catatan ini merupakan pelengkap dalam rangka penilaian guru terhadap peserta didiknya, terutama yang berkenaan dengan tingkah laku peserta didik. Catatan tersebut biasanya berbunyi :

a. Tanggal 23 Pebruari 2008, Gita menangis sendiri di belakang madrasah, tanpa sebab
b.Tanggal 05 Maret 2008, Gita mengambil mistar teman sebangkunya dan tidak mengembalikannya
c. Tanggal 21 April 2008, Gita berkelahi dengan Galih, karena Gita berkata : “Galih anak pungut”
d. Tanggal 14 Mei 2008, Gita berkelahi dengan Gina, karena menuduh Gina mencuri uang Gita
e. Dan sebagainya

Catatan insidental semacam ini mungkin belum berarti apa-apa bagi keperluan penilaian Gita, tetapi setelah dihubungkan dengan data-data yang lain seringkali memberikan petunjuk yang berguna. Catatan ini dapat dibuat di buku khusus atau pada kartu-kartu kecil, sehingga memudahkan dalam penafsirannya.
Contoh :
Kartu Catatan Insidental

Hari/tanggal/bulan/tahun : Rabu, 21 April 2008
Nama Peserta Didik          : Gita
Nama MI/Kelas                  : MI Negeri II Palembang/Kelas V.
Nama Observer                   : Anggi
Tempat Observasi              : Di dalam kelas
Catatan :
Peristiwa : Gita berkelahi dengan Galih, karena Gita berkata : Galih anak pungut.
Kesimpula sementara : Gita membuat orang tidak senang
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan catatan insidental, Anda perlu memperhatikan hal-hal berikut :
1. Tetapkan terlebih dahulu peserta didik yang sangat memerlukan penyelidikan. Dalam hal apakah penyelidikan itu harus dilakukan.
2. Setiap kegiatan pencatatan suatu peristiwa hendaknya diambil kesimpulan sementara. Kesimpulan final baru ditentukan setelah membandingkan beberapa kesimpulan sementara dari beberapa kegiatan pencatatan.
3. Fokus perhatian guru adalah tingkah laku peserta didik yang dianggap perlu diselidiki itu.

F. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan sampai batas tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman sebayanya serta hubungan di antara mereka. Seperti Anda ketahui, di madrasah banyak peserta didik kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ia nampak murung, mengasingkan diri, mudah tersinggung atau bahkan over-acting. Hal ini dapat dilihat ketika mereka sedang istirahat, bermain atau mengerjakan tugas kelompok. Fenomena tersebut menunjukkan adanya kekurangmampuan peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kondisi seperti ini perlu diketahui dan dipelajari olehAnda dan dicarikan upaya untuk memperbaikinya, karena dapat mengganggu proses belajarnya.
Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan sosial peserta didik adalah sosiometri. Terdapat beberapa langkah dalam menggunakan sosiometri, yaitu :
1. Memberikan “petunjuk” atau pertanyaan-pertanyaan, seperti : “tuliskan pada selembar kertas nama teman-temanmu yang paling baik”, atau “siapa temanmu yang paling baik di dalam kelas ?” , atau “siapa di antara temanmu yang sering meminjamkan buku pelajaran kepada teman-teman yang lain”, dan sebagainya. Usahakan tidak terjadi kompromi untuk saling memilih diantara peserta didik.
2. Mengumpulkan jawaban yang sejujurnya dari semua peserta didik.
3. Jawaban-jawaban tersebut dimasukkan ke dalam tabel (lihat contoh).
4. Pilihan-pilihan yang tertera dalam tabel digambarkan pada sebuah sosiogram.
Tabel 5.1
Jawaban Peserta Didik Tentang Teman Terbaik
Y
X
A
B
C






J
D
E
F
G
H
I
A

X


X





B




X
X




C

X




X

X

D

X


X


X

X
E

X



X



X
F


X




X


G
X



X





H


X



X



I

X
X







J





X



X
Jumlah
1
5
3
0
4
3
2
2
1
3

G. Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian hampir serupa dengan tes kepribadian. Bedanya, pada inventori, jawaban peserta didik tidak memakai kriteria benar-salah. Semua jawaban peserta didik adalah benar selama ia menyatakan yang sesungguhnya. Walaupun demikian, dipergunakan pula skala-skala tertentu untuk kuantifikasi jawaban, sehingga dapat dibandingkan dengan kelompoknya. Aspek-aspek kepribadian yang biasanya dapat diketahui melalui inventori ini, seperti : sikap, minat, sifat-sifat kepemimpinan, dominasi, dan sebagainya.
Dari sekian banyak bentuk tes dan nontes yang telah penulis kemukakan di atas, pada akhirnya Anda harus memilih bentuk-bentuk tersebut sesuai dengan ranah yang diukur. Misalnya, untuk ranah kognitif, Anda dapat menggunakan bentuk tes lisan, tes perbuatan, tes tertulis dalam bentuk uraian, bentuk pilihan-ganda, bentuk benar-salah, bentuk jawaban singkat, dan atau bentuk menjodohkan. Untuk ranah afektif, Anda dapat menggunakan bentuk skala sikap, observasi, skala minat, wawancara, laporan pribadi, dan lain-lain. Untuk ranah psikomotor, ada baiknya kita mengikuti pendapat Gagne (1977), yang mengatakan “ada dua kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal”. Untuk kondisi internal, Anda dapat menggunakan dua cara, yaitu mengingatkan kembali sub-sub keterampilan yang sudah dipelajari dan mengingatkan langkah-langkah gerakan yang telah dikuasai. Untuk kondisi eksternal, Anda dapat menggunakan instruksi verbal, gambar, demonstrasi, praktik, dan umpan balik.
Dalam Pedoman Penilaian Depdiknas (2006) dikemukakan bahwa keterkaitan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dalam penilaian dapat divisualkan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.2
Keterkaitan Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Dalam Penilaian

No
TINGKATAN
Pola Mengajar
Cara Penilaian
DOMAIN
Tradisional
Belajar aktif
Tulis Objektif
Tulis Subjektif
Lisan
Unjuk Kerja
Produk
Portofolio
Tingkah Laku
KOGNITIF
VI.
Evaluasi
-
v
-
v
-
v
-
v
v
V.
Sintesis
-
v
-
v
-
v
-
v
v
IV.
Analisis
-
v
-
v
-
v
-
v
v
III.
Aplikasi
-
v
-
v
v
v
v
v
v
II.
Pemahaman
v
v
v
v
v
v
v
v
v
I.
Pengetahuan
v
v
v
v
v
v
v
v
v
AFEKTIF
V.
Karakterisasi
-
v
-
-
-
-
-
v
-
IV.
Organisasi
-
v
-
-
-
v
-
v
-
III.
Acuan Nilai
-
v
-
-
-
v
v
v
v
II.
Responsi
v
v
-
-
-
v
v
v
v
I.
Penerimaan
v
v
-
-
-
v
v
v
v
PSIKOMOTOR
VI.
Gerakan indah dan kreatif
-
v
-
-
-
v
v
-
-
V.
Gerakan terampil
-
v
-
-
-
v
v
-
-
IV.
Gerakan kemampuan fisik
-
v
-
-
-
v
v
-
-
III.
Gerakan persepsi
-
v
-
-
-
v
v
v
-
II.
Gerakan dasar
v
v
-
-
-
v
v
v
-
I.
Gerakan refleks
v
v
-
-
-
v
v
v
v
Jumlah
6
17
2
8
3
16
12
14
10
Persentase
35%
100%
12%
47%
18%
94%
71%
82%
59%

H. Teknik Pemberian Penghargaan Kepada Peserta Didik
Dalam melakukan penilaian, kebanyakan guru-guru di madrasah hanya memberikan nilai pada akhir pembelajaran. Guru masih belum terbiasa memberikan penghargaan terhadap tingkah laku peserta didik yang baik. Sebaliknya, guru sering memberikan komentar negatif atau perlakuan yang kasar terhadap tingkah laku peserta didik yang salah. Hal ini akan berdampak negatif bagi perkembangan kepribadian peserta didik itu sendiri. Ibnu Khaldun pernah berkata “barang siapa mendidik dengan kekerasan dan paksaan, maka peserta didik akan melakukan suatu perbuatan dengan terpaksa pula, menimbulkan ketidakgairahan jiwa, lenyapnya aktifitas, menyebabkan peserta didik malas, suka berdusta, dan berkata buruk (tidak sopan)”. Peserta didik akan menampilkan perbuatan yang berlainan dengan kata hatinya, karena takut akan kekerasan (hukuman).
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan, bahwa kegiatan evaluasi bukan hanya dilakukan pada dimensi hasil tetapi juga dimensi proses. Artinya, Anda harus memberikan penilaian juga terhadap proses pembelajaran. Salah satu bentuk penilaian proses adalah pemberian penghargaan (reward) kepada peserta didik, sehingga dapat tercipta suasana pembelajaran yang kondusif yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu prestasi belajar secara menyeluruh, baik yang bersifat akademik maupun non akademik. Ibnu Jama’ah mengemukakan “imbalan atau penghargaan lebih berpengaruh terhadap pendidikan anakdaripada pemberian sangsi atau hukuman”. Sanjungan atau pujian guru dapat mendorong peserta didik untuk meraih keberhasilan dan prestasi yang lebih baik, serta memotivasinya untuk berkompetisi secara sehat diantara sesama peserta didik.
Depdiknas (2003) mengemukakan “penghargaan, ganjaran, hadiah, imbalan (reward) merupakan rangsangan (stimulus) yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka memperkuat suatu respon (tingkah laku) tertentu yang dipandang baik, tepat atau sesuai dengan norma (kriteria) yang diharapkan”. Menurut teori behavioristik, pemberian penghargaan dapat memberikan dampak yang positif bagi peserta didik dalam belajarnya, yaitu (1) menimbulkan respon yang positif, (2) menciptakan kebiasaan yang relatif kokoh di dalam dirinya, (3) menimbulkan perasaan senang dalam melakukan suatu pekerjaan, (4) menimbulkan antusiasme, semangat untuk terus melakukan belajar, dan (5) semakin percaya diri.
Pemberian penghargaan kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan perhatian, motivasi, semangat, dan kemudahan belajar, serta memodifikasi tingkah laku peserta didik yang kurang positif menjadi tingkah laku yang produktif, sehingga peserta didik menjadi aktif dan produktif dalam belajarnya. Implikasinya adalah guru harus dapat meningkatkan perannya dalam mengelola kegiatan pembelajaran, antara lain : (1) menciptakan lingkungan belajar yang merangsang peserta didik untuk belajar, (2) memberikan penguatan (reinforcement) dalam bentuk penghargaan terhadap tingkah laku peserta didik yang positif, dan (3) mengembangkan rasa ingin tahu (curiosity) dan kegemaran peserta didik belajar.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor motivasi. Motivasi ada dua jenis, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu, sedangkan motivasi eksternal adalah motivasi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Pemberian penghargaan dari guru merupakan motivasi eksternal bagi peserta didik. Hasil penelitian Hurlock dalam Yelon dan Weinstein (1977) mengemukakan “peserta didik di Sekolah Dasar menunjukkan penampilan yang sangat baik, ketika mereka diberi puji-pujian. Sebaliknya, apabila mereka dicaci-maki karena pekerjaannya kurang memadai, anak-anak itu cenderung menjadi bodoh atau tidak bersemangat lagi belajarnya”. Sementara itu, Utami Munandar (1999 : 163) menjelaskan “pemberian hadiah untuk pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik tidak harus berupa materi (intangible), yang terbaik justru berupa senyuman atau anggukan, kata penghargaan, kesempatan untuk menampilkan dan mempresentasikan pekerjaan sendiri, dan pekerjaan tambahan”.
Selanjutnya, Imam al-Ghazali berpendapat apabila anak memperlihatkan suatukemajuan, akhlak terpuji atau perbuatan yang baik, seyogyanya guru memuji hasil upaya peserta didiknya, berterima kasih kepadanya dan mendukungnya dihadapan teman-temannya guna menaikkan harga dirinya (self-esteem) serta menjadikannya sebagai model atau teladan yang harus diikuti. Penghargaan yang diberikan kepada peserta didik hendaknya berkaitan erat dengan kegiatannya. Misalnya, mendeklamasikan sajak yang dibuat, atau membacakan di depan kelas karangan yang dibuat dengan baik, sehingga dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan kreatifitas. Implikasinya dari beberapa hasil penelitian dan pendapat di atas adalah guru harus menciptakan lingkungan kelas yang kondusif untuk memotivasi peserta didik melakukan kegiatan belajar yang lebih baik lagi. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada peserta didik sebaiknya disusun sedemikian rupa, sehingga para peserta didik merasa senang untuk melakukannya.
Agar pemberian penghargaan tersebut efektif, maka guru hendaknya menunjukkan sikap yang ramah, suara yang lembut, bahasa yang santun, kegembiraan atau kepuasan terhadap prestasi belajar peserta didik. Penghargaan yang diberikan akan bermakna bila sesuai dengan hasil karya peserta didik. Dengan kata lain, jika guru memberikan pujian terhadap peserta didik karena hasil kerjanya baik, maka pujian itu dapat membangkitkan semangat atau motivasi belajar peserta didik, tetapi jika pujian itu diberikan kepada peserta didik yang hasil kerjanya kurang baik, maka pujian tersebut dianggap tidak sungguh-sungguh, bahkan secara tidak langsung pujian itu berarti pelecehan.
Dalam pemberian penghargaan, ada dua teknik yang dapat digunakan guru, yaitu “verbal dan nonverbal” (Depdiknas, 2003 : 29).
1. Teknik verbal, yaitu pemberian penghargaan yang berupa pujian, dukungan, dorongan, atau pengakuan, seperti : kata bagus, benar, betul, tepat, baik, dan sebagainya. Dapat juga dalam bentuk kalimat, seperti : prestasimu baik sekali, saya senang dengan hasil pekerjaanmu, penjelasanmu sangat baik, dan sebagainya.
2. Teknik nonverbal, yaitu pemberian penghargaan melalui :
a. Gestur tubuh : mimik dan gerakan tubuh, seperti : senyuman, anggukan, acungan ibu jari, dan tepukan tangan.
b. Cara mendekati (proximity), yaitu guru mendekati peserta didik untuk menunjukkan perhatian atau kesenangannya terhadap pekerjaan atau penampilan peserta didik
c. Sentuhan (contact), seperti : menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan, dan mengelus kepala.
Dalam menerapkan penghargaan dengan sentuhan ini perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: usia anak, budaya, dan norma agama.
d. Kegiatan yang menyenangkan, yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan yang disenanginya sebagai penghargaan atas prestasi belajarnya yang baik. Misalnya, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menjadi pemimpin paduan suara sebagai penghargaan atas prestasinya dalam bidang musik.
e. Simbol atau benda, seperti komentar tertulis secara positif pada buku peserta didik, piagam penghargaan, dan hadiah (alat-alat tulis, makanan, buku, uang, dan sebagainya).
f. Penghargaan tak penuh (partial), yaitu penghargaan yang diberikan kepada peserta didik yang memberikan jawaban kurang sempurna atau sebagian yang benar. Dalam hal ini, guru sebaiknya mengatakan : “ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan lagi”.
Untuk mengetahui apakah guru memberikan penghargaan kepada peserta didik atau tidak dalam proses pembelajaran, maka perlu dilakukan penilaian oleh peserta didik dengan menggunakan format penilaian tertentu.

Contoh :
DAFTAR CEK PEMBERIAN PENGHARGAAN OLEH GURU
KEPADA PESERTA DIDIK
Petunjuk :
Para siswa diminta untuk menilai apakah guru memberikan penghargaan atau tidak dalam proses pembelajaran. Caranya adalah memberikan tanda cek ( V ) pada kolom yang telah disediakan.
Nama Guru          : …………………………………………
Jenis Kelamin       : …………………………………………
Mata Pelajaran    : …………………………………………
Kelas                     : …………………………………………
No
Jenis Pemberian Penghargaan
Dilakukan
Tidak Dilakukan
Keterangan
01
Kata-kata :
a. Bagus





b. Baik



c. Benar



d. Tepat



e. Sempurna



02
Kalimat :
a. Prestasi kamu baik sekali



b. Saya senang dengan hasil kerja kamu.



c. Saya senang kamu masuk kelas tepat waktu



d. Penampilan kamu baik sekali hari ini



e. Pendapat kamu sangat baik



03
Gerakan atau Isyarat :
a. Mengangkat jempol



b. Mengangguk



c. Menampilkan mimik muka yang ramah



d. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh terhadap pertanyaan peserta didik





Tidak ada komentar:

Posting Komentar